Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2022

LIMA PERATURAN

Gambar
 LIMA PERATURAN Penulis : Lidwina Ro        Mengapa tulisan ‘jangan membenci’ berada di urutan paling atas? Apa ada sesuatu yang tersirat di pikiran anda?     Tidak mungkin dalam hidup ini, seseorang tidak pernah berada dalam situasi ini, yaitu ... membenci. Benci diawali dari rasa iri hati. Entah karena tidak ada kesempatan berada di posisi yang diinginkan, atau karena tidak mampu memikul beratnya kewajiban untuk berada di posisi yang diinginkan.    Bahkan ada suatu candaan yang menggelitik telinga, tetapi nyatanya banyak juga yang tahu, beredar kalimat : banyak orang sekarang senang melihat orang susah, dan susah melihat orang senang. Apakah ini benar?    Kemarin aku ke pasar pagi-pagi sekali. Karena anak masih PJJ atau Pelajaran Jarak Jauh, setiap hari aku selalu bangun pagi dan menyiapkan sarapan bagi si bungsu. Anakku bungsu ini termasuk agak rewel dalam urusan makan. Sarapan harus tepat waktu, dan lebih suka masakan rumah biasa. Selain itu, dia juga minta disediakan kue-kue atau

KUE ULANG TAHUN

Gambar
  Penulis : Lidwina Rohani    Apa yang paling menarik pada saat berulang tahun? Kue tar ulang tahun yang didekor dengan cantik? Makan-makan setelah tiup lilin? Dapat kado yang boleh milih sendiri? Atau malah tambah resah dan gelisah? Atau kelimpungan karena belum juga dapat jodoh, sedang umur terus melaju seperti sepur? (ini bagi yang jomlo, sih)    Boro-boro yang jomlo, lah wong yang sudah dapat jodoh saja kadang-kadang ya masih dirundung resah dan kelimpungan kalau pas ulang tahun. Kok bisa? Ya bisa saja, karena sedang tongpes. Masak yang nodong traktir ulang tahun, terus mau digiring ke  Mang Ujang mborong cireng dan cimol bersaudara atuh? Harga diri aing bisa nyungsep.    Sebagai ibu rumah tangga yang enggak hobi masak dan enggak becus masak (becusnya ngrebus air) biasanya aku pesan makanan siap saji (dari anak umur setahun sampai sekarang) Ya, menyesuaikan saja request makanan favorit masing-masing anak-anak.     Tetapi anehnya khusus untuk kue ulang tahun, aku sering ngotot membu

LILIN

Gambar
Penulis : Lidwina Ro    Setiap kali ada tamu yang datang, jantungku pasti berdebar-debar kencang. Tamu itu kadang sendirian, tapi lebih sering berduaan. Berpakaian bagus dengan aroma yang wangi. Mereka biasanya melihat-lihat sekumpulan anak-anak yang sedang bermain selepas sekolah usai, sambil mengobrol bersama suster Angela di bangku taman.     Suster Angela dengan perhatian dan sabar selalu menjawab semua pertanyaan tamu tersebut. Entah apa yang sedang mereka bicarakan. Tetapi aku ingat, tamu wanita cantik itu sudah sering bolak-balik datang ke sini mengamati anak-anak.     Aku mendadak ingat temanku Serli. Sudah beberapa hari ini Serli tidak pernah kelihatan lagi. Tempat tidurnya juga terlihat kosong. Lemari bajunya sudah bersih. Kata Amora, waktu itu dia melihat Serli ikut pulang bersama sepasang orang tua dengan membawa koper kecilnya.    Ke mana sebenarnya Serli pergi? Benar kah Serli tidak akan kembali lagi? Amora bilang, Serli tidak akan kembali lagi karena Serli sudah mempunya

PEMIKIR POSITIF

Gambar
  Penulis : Lidwina Ro    Keberhasilan membuat hidup lebih mudah. Tetapi tidak membuat kehidupan lebih mudah.    Siapa orang di dunia ini yang tidak ingin hidupnya berhasil? Tidak ada. Semua orang pasti ingin berhasil di kehidupannya dari segi apa pun, seperti meraih cita-cita, cinta, karier, kebahagiaan, dan lain-lain.    Orang yang berhasil adalah orang yang menang. Dalam prosesnya dia pasti dihadapkan dengan berbagai tantangan dan rintangan, kemudian berhasil dengan gigih melaluinya satu persatu.    Suatu keberhasilan tidak lepas dari orang-orang yang berprestasi dan berpikiran positif. Tidak mungkin seseorang dapat merealisasikan tujuan-tujuan dan bisa bekerja sama dengan banyak orang untuk meraih tujuan, kalau orang itu bukan pemikir positif.    Seseorang tidak bisa berpikir positif jika orang itu sendiri bukan orang yang positif, yang percaya pada nilai-nilai kebaikan, dan mempunyai kepekaan pada apa yang dibutuhkan dan diinginkannya, juga yang dibutuhkan orang lain di sekitarnya

RAHASIA LUKA (5)

Gambar
 Oleh : Lidwina Ro    Terdengar pintu depan dibuka dari luar. Aku menatap kedua lelaki yang baru saja masuk ke dalam rumah. Leon dan Rico. Entah cerita apa yang disampaikan oleh Rico sehingga Leon tertawa gelak. Dengan sebelah tangannya, Leon merangkul bahu Rico. Wajah Rico tampak bersinar bahagia. Selalu ekspresi itu yang terpancar di wajah anakku setiap kali Leon mengajaknya keluar. Entah untuk membeli burger atau martabak telur, bahkan sekedar keluar berputar-putar sebentar mencari angin di sekitar alun-alun.    Leon sudah mengisi hari-hari Rico layaknya orang tua pada anaknya. Dia selalu meluangkan waktunya untuk Rico sepenuhnya sepulang dari rumah sakit di mana dia bekerja. Mereka saling bergantung, saling terikat dan saling menyayangi. Jika di lihat dari luar, tampak tidak ada yang salah sama sekali melihat kedekatan mereka. Semua kelihatan nyaris sempurna seperti sebuah keluarga normal pada umumnya. Tapi semua dusta ini ... ya Tuhan, sungguh menyesakkan dada. Entah sampai kapan

RAHASIA LUKA (4)

Gambar
 Oleh : Lidwina Ro    Ibarat kata,  aku yang memupuk, tapi orang lain yang memetik bunganya. Ah, sudahlah! Memang aku hanya seorang yatim piatu dari panti asuhan. Akan sangat memalukan bagi keluarga besar Mas Erik, kalau ternyata hanya gadis sekelas diriku yang bersanding dengan seorang dokter lulusan luar negeri kebanggaan keluarga. Tapi siapa yang dapat mengatur datangnya cinta saat aku menjadi perawat dan sering bertemu dengan dokter Erik setiap hari di rumah sakit?    “Kau belum memberitahu Rico siapa aku, ya, Ros?” tanya Mas Erik lirih, membuyarkan semua lamunan.    Aku menahan napas dan membisu. Tidak tahu harus menjawab apa. Dari dasar hatiku yang paling gelap, aku ingin Rico hanya menjadi milikku seorang. Bukankah dulu Mas Erik juga pernah membisu saat meninggalkan aku? Hanya Leon yang jatuh kasihan padaku. Leon sahabat Mas Erik yang tahu permasalahan dengan detil, menawarkan diri membantuku di saat berbadan dua. Menawarkan diri menikahiku!     Leon yang menolongku di saat aku

RAHASIA LUKA (3)

Gambar
 Oleh : Lidwina Ro        Tidak salah kah mataku ini? Hatiku berdebar keras dipenuhi rasa kaget, kesal, tapi juga penasaran. Ini adalah pertama kali mereka bertemu lagi setelah ... sejarah penuh luka itu.    Hm, pasti Leon yang sengaja memberitahu dan mengizinkan Mas Erik menemuiku. Ya, ampun Leon! Untuk apa semua ini? Setelah sekian tahun berlalu, mengapa akhirnya Leon memberi izin pada Mas Erik? Bukankah sebelumnya sudah berjanji padaku kalau Mas Erik tidak boleh menemui aku dan Rico lagi?    Leon dan Mas Erik, mereka berdua adalah sahabat sejak kecil. Dan mereka berdua pasti bertemu dalam seminar kedokteran kemarin.    “Hai, Rosa. Apa kabar?”    Tanganku ingin sekali menutup pintu kembali, tapi ternyata tenagaku menguap entah ke mana. Lenganku seperti lunglai, lemas. Yang ada hanya rasa perih tiada tara yang masih bercampur dengan sisa cinta yang sudah berkeping hancur tak lagi berbentuk.    Aku terdiam. Masih berusaha memulihkan kekagetanku.    “Leon yang memberi tahuku, kalau meng

RAHASIA LUKA (2)

Gambar
Oleh : Lidwina Ro    Kok cepat? Gak jadi beli sandal, Sa?” Suara bariton Leon sedikit mengagetkanku. Leon datang membawa nampan bento yang langsung di serbu oleh Rico dengan antusias.    Aku menggeleng. Tidak berani menatap mata Leon, karena dia jago menebak apa yang tersembunyi di balik mataku yang tak bisa di ajak menipu ini.    “Kau masih malas makan? Atau mau aku pesankan sesuatu?” tawar Leon sambil menatap lembut.    “Mama tadi menangis,” celutuk Rico enteng, di antara kunyahannya. Aku melotot gemas pada Rico. Tapi anak itu malah cekikikan dan meneruskan  makan.    Leon mengambil sumpit, dan menyusul makan. Dengan telunjuk tangan kirinya, Leon mengetuk punggungku.    “Ada apa, Sa?” bisik Leon, tetap dalam posisi menikmati bento.    Ah, seharusnya aku menolak ikut Leon seminar ke luar kota. Kalau saja aku tidak ikut, pasti aku tidak perlu bertemu dengan Tiara dan Emili di mal. Bertemu dengan mereka seperti membuka luka lama yang sudah susah payah aku kubur.     “Rosa? Ada apa?” ula

RAHASIA LUKA

Gambar
Oleh : Lidwina Ro        Kelihatannya pilihan Tante Murni tidak salah. Wanita pilihan Tante Murni itu memang berwajah cantik. Perawakan tinggi langsing, berkulit putih, dan rambut diwarnai sedikit pirang terang yang tertata apik melintir di ujung. Bila berjalan, ujung rambut yang melintir itu akan berayun-ayun indah seirama dengan langkah kaki. Sangat pantas sekali bila bersanding dengan Mas Erik, seorang dokter kandungan yang lumayan punya nama di kota ini. Hm!    Aku buru-buru menyelinap di balik deretan baju wanita yang digantung, saat Emili -adik Mas Erik- tiba-tiba muncul dari belakang Tiara, wanita cantik berambut melintir yang sedang asyik memilih baju itu.     Sepatu sandal yang baru saja akan kucoba, seketika aku ulurkan kembali ke tangan Mbak SPG tanpa ragu. Tak kuhiraukan tatapan penuh tanya SPG sepatu berwajah manis itu. Pokoknya aku harus pergi dari sini. Hilang sudah keinginanku membeli sepatu sandal baru.     Aku bergegas menuju gerai makan yang beberapa menit yang lalu

NGISOR PELEM

Gambar
Oleh : Lidwina Ro    Ketika kecil, aku termasuk anak yang tidak terlalu patuh pada orang tua. Jika Ibu selalu memerintahkan anak-anaknya untuk tidur siang, aku selalu punya cara untuk menghindar. Biasanya aku pura-pura tidur supaya kedua adikku ikut tidur siang. Jika mereka sudah pulas, aku bersiap menyelinap ke luar kamar. (Rupanya kebiasaan tidak suka tidur siang itu sampai sekarang masih mendarah daging)    Karena termasuk anak yang lumayan pendiam, dan mungkin juga karena berprestasi di sekolah, Ibu mengalah padaku. Ibu selalu meloloskan permintaanku untuk keluar rumah. Sebagai jawaban, Ibu hanya bisa mengangguk kecil saat aku pamit hendak bermain bersama teman-teman. Tempat bermainnya juga dekat. Hanya ke halaman rumah tetangga sebelah rumahku.    “Tidak usah jauh-jauh, ngisor pelem, kan?” tanya Ibu memastikan.     “Iya, Bu. Ngisor pelem.”    Halaman tetanggaku termasuk luas. Ada dua pohon mangga sangat  besar kokoh di pojok kanan dan kiri halaman, menaungi sepetak tanah tempat ka

PECEL MBOK SURIP

Gambar
 Oleh : Lidwina Ro        Mbok Surip adalah bakul pecel langganan keluargaku. Meskipun rumah Mbok Surip bisa dikatakan bagus, asri dan lumayan besar, tetapi coba tebak, dimana dia menggelar dagangannya?   Untuk lebih cepat sampai membeli pecelnya, biasanya aku memotong jalan. Ya, lewat gang belakang rumahnya! Biasanya aku dan Ibu langsung menuju pintu dapur belakang Mbok Surip! Apakah ada yang menebak kalau Mbok Surip berjualan di dapurnya di belakang rumah utama?    Bertolak belakang dengan rumah utamanya yang bagus dan bersih, dapur Mbok Surip benar-benar primitif. Dapur Mbok Surip bahkan masih beralaskan tanah. Bisa bayangkan kalau hujan turun dan banyak langganan yang datang?     Ketika akan masuk ke dalam dapurnya Mbok Surip, akan terlihat Pak Surip duduk di depan tungku besar buatan sendiri, dengan wajan super besar di atasnya. Pak Surip seperti biasa duduk di atas dingklik di depan tungku api sambil sesekali menambah kayu bakar dan tangannya sibuk menggoreng heci. Ada yang tahu

JURAGAN KECILKU (3)

Gambar
Oleh : Lidwina Ro    Aku mendongak, menatap khawatir juragan kecilku yang makin ketakutan saat si Bleki berjalan perlahan menghampiri.     “Hus ... hus! Pergi sana!” usir Mbak Denok dengan suara agak gemetar, sambil menakuti anjing itu dengan mengarahkan dan mengayunkan payung tuanya ke arah Bleki.     Sayangnya si Bleki malah mengira kalau Mbak Denok mengajak bermain. Jadi anak anjing itu malah menggonggong kecil, membuat Mbak Denok terkejut bukan main dan semakin panik saja.      Lalu tiba-tiba -tanpa aku duga sama sekali- dengan sigap, Mbak Denok meraih dan mencengkeram aku sangat erat lalu mengacung-acungkan aku pada si Bleki.     “Pergi sana! Ayo pergi sana! Kalau tidak akan aku lempar dengan ini!” teriak Mbak Denok mengancam, sambil mengangkatku tinggi-tinggi dan bersiap-siap melemparku, dengan wajah pucat pasi bercampur panik.     Melihat wajah Mbak Denok yang ketakutan tetapi di buat segarang mungkin dengan tangan kanan yang memegangku erat sebagai senjata di tangan, membuat si

JURAGAN KECILKU (2)

Gambar
Oleh : Lidwina Ro    Gerimis masih saja turun. Untunglah juragan kecilku ingat membawa payung. Setelah mengibarkan payung yang lumayan tua itu, Mbak Denok berjalan ke luar pasar. Oh, aku mengerti sekarang! Aku hafal jalan ke arah ini. Mbak Denok pasti akan membeli serabinya Mbokde Tun, karena Mbokde Tun berjualan serabi di luar pasar. Tepatnya di samping pintu masuk pasar sebelah Utara.      Dengan bersemangat aku mengikuti langkah kaki Mbak Denok yang  riang bersemangat. Sesekali juragan kecilku itu melompat ke kanan dan ke kiri karena menghindari genangan air hujan. Aku bersyukur dan juga merasa lega. Karena dengan begitu, aku terhindar dari air berwarna cokelat keruh yang jorok dan pasti banyak kumannya itu! Hal ini penting untukku, karena  membuatku bisa bernafas lebih lancar dan penampilanku akan tetap cantik dan bersih. Ya, meskipun Mbak Denok membeliku dengan harga lumayan murah, yang penting aku bahagia karena Mbak Denok sangat menyayangiku.     Tiba-tiba dari arah depan, kelua

Review RCO10 level 4

Gambar
 Ulasan Oleh : Lidwina Rohani    Akhirnya sampai juga pada Reading Challenge ODOP10 level 4. Tugas tantangan terakhir ini adalah mengulas buku fiksi/non-fiksi dari kakak-kakak jebolan atau lulusan ODOP terdahulu. Banyak karya pilihan untuk buku solo atau buku antologi dari alumni ODOP terdahulu. Saya sendiri lulusan tahun lalu dari komunitas ODOP batch 9, masih harus banyak belajar tentang dunia literasi ini.    Nah, untuk kali ini saya akan mengulas buku kak Suden Basayev yang berjudul : Orang Miskin Dilarang Kawin.     Membaca judulnya saja sudah membuat hati tergelitik ingin segera mengintip dan melahap habis bukunya, bukan? Setiap orang pada akhirnya akan menikah juga. Tidak semua juga sih, ya. Tapi kebanyakan orang akan berada pada fase ini.    Apakah menikah ada syaratnya? Coba ingat-ingat kembali bagi kakak-kakak yang sudah menikah, apakah dulu menetapkan satu dua syarat untuk menikah? Bagi yang masih jomlo bagaimana? Pasti dalam hati, diam-diam juga sudah menetapkan beberapa sy

JURAGAN KECILKU

Gambar
Oleh : Lidwina Ro    Entah mengapa pagi ini gerimis masih setia turun dari langit. Meskipun hanya gerimis, nyatanya  tetap saja membuat jalan di dalam pasar tradisional desa Wangitenan, yang masih beralas tanah menjadi becek. Selain tidak enak dipandang mata karena kotor, jalan sempit dalam tengah pasar juga menjadi sedikit lebih sepi pengunjung.     Ya, mungkin saja ibu-ibu jadi malas berbelanja kalau sepagi ini sudah gerimis. Mungkin untuk sarapan, mereka lebih memilih membeli makanan matang di warung terdekat, atau membeli makanan siap saji di online melalui Grabfood atau Gojek daripada repot blusukan di pasar yang becek.     Kios kecil juraganku juga sangat sepi pagi ini. Tetapi anak juraganku, yaitu Mbak Denok -yang masih kelas lima SD itu- tidak menjadi  lesu atau patah semangat. Juragan kecilku dengan rajin menimbang gula pasir, lalu dengan cekatan menaruh gula pasir itu dalam plastik setengah kilo dan satu kiloan. Setelah itu Mbak Denok menimbang tepung terigu, juga kacang tana

HUTAN SUNYI (3)

Gambar
 Oleh : Lidwina Ro.      Setitik cahaya itu ternyata sebuah pintu gerbang besar berwarna kuning keemasan, berkilau luar biasa megah dan bercahaya. Pintu gerbangnya tinggi sekali dan kokoh. Aneka warna batu permata bersinar-sinar menghiasi seluruh permukaan pintu gerbang yang besar itu.     Dari luar aku dapat sekilas melihat taman bunga yang luas di balik pintu gerbang yang terbuka sedikit itu. Aku terperangah takjub melihat keindahan taman bunga itu. Bagaimana ya, aku menggambarkannya? Pokoknya sangat bertolak belakang dengan hutan sunyi yang semua berwarna abu-abu.    “Kelak kamu boleh masuk ke taman ini. Tapi tidak sekarang, Sekar.”    “Apa? Benar aku boleh masuk ke taman bunga itu, Oom? Kapan?” tanyaku terkejut tetapi antusias bercampur gusar. Perasaanku seolah melambung tinggi, antara bahagia dan tak percaya.     “Setelah tugasmu selesai.”    “Tugas? Apa tugasku?” Alisku berkerut.    “Tugasmu adalah menjaga ibumu. Dampingi dan beri semangat padanya.”    “Tunggu Oom. Apa Oom juga m

HUTAN SUNYI (2)

Gambar
   Oleh : Lidwina Ro    Bayangan Ayah melintas pertama kali. Ayah? Lelaki kasar itu tidak mungkin cemas padaku. Aku berani bertaruh, seandainya aku tidak pulang sebulan pun, Ayah pasti tidak akan mencariku.     Aku lalu membalikkan badan, kembali berdiri pada posisi semula. Mataku menatap lurus ke depan, ke arah setitik cahaya kecil di ujung jalan sana.     Perlahan aku memberanikan melangkah berjalan. Meskipun hutan sunyi ini aneh, tapi aku harus mulai membiasakan diri.   Kutajamkan mataku ke ujung jalan. Apakah kira-kira ada orang disana ? Atau setidaknya warung untuk singgah melepas lelah dan haus. Mengapa tenggorokanku tiba-tiba sangat kering?    Ah, ya! Kalau saja di ujung jalan itu ada orang, berarti aku akan memiliki kesempatan bertanya padanya. Satu pertanyaan saja. Bolehkah aku memilih ayahku sendiri?    Andai saja aku bisa menentukan siapa yang bisa menjadi ayahku, alangkah bahagianya aku! Pasti aku akan memilih Ayah yang gagah, kuat dan bisa melindungi keluarga! Bukan ayah y

HUTAN SUNYI

Gambar
Oleh : Lidwina Ro Aku sampai di sebuah jalan  setapak yang aneh. Sebuah jalan kecil yang lurus, dengan bebatuan tak simetris dan ilalang panjang yang berdebu di sepanjang sisinya. Aku berusaha menajamkan mata, menebar pandanganku di sekeliling tempat asing ini dengan sedikit takut. Hutan ini terlalu sunyi. Tak berpenghuni. Tak ada kehidupan. Suram. Tampak kiri dan kanan rapat berbaris  pepohonan. Menjulang tinggi diselimuti kabut abu-abu tebal. Bahkan aku sendiri sulit menebak warna daunnya. Sama dengan tanah yang sedang kuinjak sekarang. Aku tak dapat melihat warna tanah di bawah kakiku. Tanah yang seharusnya berwarna cokelat tua, kulihat seperti ditutupi tumpukan awan kecil yang bergulung-gulung. Seperti gumpalan kabut tetapi berwarna abu-abu, bergerak  maju menuju arah ke depan ujung jalan. Seolah sedang menggiring langkahku untuk maju melangkah, aku sejenak waspada dan menahan langkah. Aku bahkan tidak melihat kakiku sendiri dengan jelas.  Apakah sekarang sudah sore? Langit di atas

MENJADI MANULA

Gambar
Oleh : Lidwina Ro    Hal apa yang paling ditakuti sebagian besar orang, terutama wanita, bila usia semakin bertambah dari tahun ke tahun? Apa anda sudah bisa menebak? Apa itu? Tidak apa-apa jika berbeda-beda jawaban. Tetapi, bagaimana dengan jawaban : keriput?     Ya, wanita mana sih yang mau wajahnya semakin keriput hari demi hari? Banyak dari kalangan artis yang rela kehilangan uang berjuta juta untuk perawatan diri demi penampilan yang lebih muda dari pada usianya. Bahkan semua remaja, gadis dan ibu-ibu di seluruh muka bumi pun juga melakukan hal yang sama. Mencoba berbagai merek pengencang wajah sudah menjadi hal yang sangat biasa.     Semua orang, terutama wanita sangat takut jika wajah dan leher terlihat keriput, sehingga mereka rela merogoh saku lebih dalam untuk membeli berbagai produk kecantikan yang katanya bisa mengurangi atau bahkan menghilangkan keriput. Mereka juga sudi mengikuti bermacam-macam cara untuk mencegah keriput, di antaranya adalah : minum vitamin, menjaga maka

SOLUSI TERSEMBUNYI

Gambar
 Oleh : Lidwina Ro        Apa itu solusi tersembunyi? Di mana kita mendapatkannya? Kita sebenarnya tidak perlu jauh-jauh kok mencari solusi tersembunyi, karena solusi tersebut ada di dalam pikiran kita. Lho, kok bisa sudah ada di pikiran?    Di TV sering menayangkan acara tawuran. Saya dan anda pasti sering menontonnya juga, bukan? Baik itu tawuran antar pelajar, atau tawuran antar penduduk desa setempat. Tawuran antar pelajar, yang bisa sampai ditangani oleh pihak kepolisian awalnya bermula dari hal-hal remeh temeh atau hal-hal kecil saja. Misalnya sepulang dari sekolah, salah satu dari pelajar sekolah A tidak sengaja menyenggol sepeda motor pelajar dari sekolah B. Karena tidak terima dan tersinggung hanya dengan permintaan maaf saja, maka akhirnya mereka saling adu mulut. Setelah adu mulut, mereka adu fisik atau berkelahi.     Melihat teman satu sekolah babak belur, sebagai bentuk solidaritas, salah satu dari mereka lalu menghimpun teman satu sekolah, dan bersatu membela serta mulai

NASIB vs TAKDIR

Gambar
Oleh : Lidwina Ro    Apakah nasib dan takdir manusia itu sama? Atau berbeda? Apakah ini pertanyaan yang sulit? Sangat sulit dijawab? Tidak kok. Mudah untuk mencari jawabnya.    Kita pasti percaya bahwa Tuhan itu maha adil. Lho, bagaimana kita tahu kalau Tuhan itu adil pada kita manusia? Ya, karena Tuhan selalu memberi pilihan kepada manusia. Apakah manusia itu sendiri mau mengambil pilihan itu atau tidak mau mengambilnya, semua itu tergantung pada keyakinan sendiri-sendiri pada diri manusia tersebut dalam merespons pilihan yang sudah diberikan Tuhan pada kita. Inilah yang di sebut nasib.    Saya ingat, suatu malam saya tiba-tiba ingin sekali makan singkong pisang keju. Tempat penjual singkong pisang keju lumayan jauh dari rumah saya. Karena sudah terlalu malam dan saya begitu keras kepala hanya ingin kudapan itu, akhirnya suami mengalah, dan mengeluarkan mobil dari garasi meskipun masih setengah mengantuk (jangan tiru suka jajan di malam hari, ya! Hehehe ...)    Ketika sampai di jalan

MENGUBAH NASIB (2)

Gambar
   Oleh : Lidwina Ro    Apakah semua masih benar-benar sama, sebetulnya tidak juga. Ya, tentu saja ada perubahan di warung itu, misalnya mereka tidak menggoreng tahu di depan warung lagi, tetapi mereka menggoreng dan mengulek bumbu di dalam. Ada etalase kaca yang memisahkan antara penjual dan pembeli, dimana mereka memajang makanan khas, ada kue satu kacang hijau, lempeng, keripik tempe, keripik usus, kacang goreng dan beberapa makanan khas lainnya. Yang menjual sekarang pun sudah generasi penerus nenek itu.     Kalau dipikir-pikir, sepertinya nasib penjual tepo tahu telur itu tidak berubah selama berpuluh-puluh tahun! Entah sampai kapan mereka akan menjadi penjual tepo tahu telur. Betapa setianya.    Kesetiaan adalah sesuatu yang memang bernilai tinggi. Tetapi coba kita renungkan, bagaimana kalau setia pada profesi yang sama dan nasib yang sama selamanya?      Kata “setia” bisa bermakna ganda. Setia bisa berarti baik, tetapi setia bisa juga berarti tidak menguntungkan.     Sambil meni