Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2022

KURSI KOSONG

Gambar
 Penulis : Lidwina Ro    Beberapa daun jatuh di atas kepala seorang pria tua yang sedang duduk di sebuah kursi kayu. Sesekali pria itu merapatkan jaket yang sudah tipis. Sepertinya angin yang berembus dingin tak sanggup mengusir pria itu untuk beranjak.    Entah pertarungan apa yang sedang bercokol di dalam pikirannya. Mata pria itu hanya lurus memandang ke depan. Terkadang matanya berembun, tak jarang juga bersinar redup. Lalu sesekali berkilat penuh makna. Seakan sedang menanti sesuatu yang sangat berarti. Tapi sesungguhnya aku penasaran dengan pria tua itu.    Aku menghampirinya sambil membawa secangkir kopi susu. Meletakkan hati-hati di kursi, sebelah pria itu. Seperti biasa dia mengangguk sambil tersenyum.    Pria itu adalah salah satu pelanggan baruku. Aku baru sebulan pindah di lokasi ini menjajakan kopi. Dia adalah  pria tua yang tidak terlalu suka bicara. Biasanya dia menyesap kopi susu buatanku hampir setiap sore dengan wajah muram.    Begitu sesapan kopi buatanku itu merasuk

PERJALANAN

Gambar
 Penulis : Lidwina Ro    Manusia lahir, bertumbuh, menua, sakit, dan akhirnya mati. Suatu fase yang selalu berulang-ulang sepanjang sejarah manusia. Kalau di dalam peristiwa tersebut kita salah dalam mengisi atau memberi makna, alangkah sia-sianya hidup ini.     Ketika dalam perjalanan di atas sebuah mobil, melintas seorang pemuda ganteng, membawa kemoceng yang tidak jelas warnanya, dan mulai membersihkan kaca jendela mobil yang sebenarnya masih bersih.  Dalam hati langsung bertanya-tanya, apakah tidak ada pekerjaan lain yang lebih layak demi mendapat rupiah? Apakah pemuda itu putus sekolah sehingga susah mencari kerja? Atau sudah merasa bangga dengan usahanya mencari uang seperti itu?     Ada sekitar enam atau tujuh pemuda tanggung lainnya yang sedang bergerombol menanti giliran. Bahkan aku lihat, mereka mempunyai badan yang cukup kuat dan sehat. Lalu apa yang mendorong mereka giat mencari rupiah dengan cara seperti itu? Coba bayangkan, bekerja dengan sebuah kemoceng!    Lalu, di mana

KETAHUAN

Gambar
     Penulis : Lidwina Ro    Hati Lira berdiri perih saat menatap dua sejoli yang tertawa berderai itu. Perihnya seperti ditusuk-tusuk ribuan pisau yang sangat tajam. Untuk sesaat, netranya menatap langit, menyambar sederet awan biru yang terdiam,  merapatkan mulut. Seolah-olah ingin larut menjelma menjadi buliran bening yang turun dari pipi tirus Lira.    Melihat tubuh Lira yang mulai oleng tak wajar di samping warung kecil di seberang danau Sarangan, membuat Sarah curiga. Dia meninggalkan kios baju, tak jadi memilih kaus, lalu menghampiri Lira, sahabatnya.     “Hei, ada apa denganmu, Lira?”    Lira tidak mampu menjawab. Matanya yang basah menatap Sarah dengan putus asa.     Sarah menuntun Lira masuk ke dalam warung, dan memaksa Lira untuk minum air mineral supaya agak tenang.    “Kau kenapa?” desak Sarah sambil menatap sekeliling danau Sarangan yang lumayan  penuh dengan pengunjung lokal, mencoba mencari sesuatu, penyebab Lira begitu terpukul dan hancur.    Mata Sarah lalu berhenti p

LONELINESS

Gambar
 Penulis : Lidwina Ro    Sudah pukul sebelas malam lebih. Aku melirik jam dinding dan pintu gerbang yang masih terbuka lebar secara bergantian. Aku memang sengaja membuka pintu gerbang lebar-lebar sejak sore tadi. Anak, menantu dan cucu-cucuku akan datang menghabiskan liburan di rumah ini! Ah, alangkah bahagianya aku!    Rumah ini sudah terlalu lama sepi. Sejak istriku meninggal lima belas tahun yang lalu, hanya aku yang menempati rumah besar berkamar lima ini. Anak-anakku sudah berumah tangga di luar kota semua. Mereka hanya bisa kemari bertepatan dengan hari raya besar atau liburan sekolah saja.    Kadang-kadang aku di bawa menginap oleh anak-anakku ke rumah mereka di luar kota juga. Tetapi entah lah, tetap saja aku selalu ingin cepat-cepat pulang ke rumahku sendiri. Meski pun rumahku berada di kampung, jauh dari keramaian, tetapi aku lebih nyaman di rumah sendiri, berkawan dengan tembok sunyi dan suara jangkrik di malam hari.    Ah, apa lagi yang diperlukan oleh sepotong hati tua re

TIDAK LEMAH

Gambar
 Penulis : Lidwina Ro   Melihat sepasang manusia yang masuk ke kafe, membuatku membeku di kursi. Sialnya mataku bertemu dengan mata Jodi. Hatiku berdetak sangat keras.    Tidak mudah mengenyahkan pesona Jodi. Bagaimana pun juga, aku pernah menjadi pacarnya. Dulu.     Sejak Mak Lampir itu berhasil merebut hati Jodi, aku hanya tinggal sosok masa lalu yang menyedihkan. Kelihatannya tidak masuk akal, tapi begitu lah aku menilai cinta. Tidak jarang membuat kejutan dan depresi. Cinta selalu mampu membolak balikkan hati. Waras bisa menjadi gila. Gila bisa menjadi waras. Dari jahat  menjadi sahabat. Dari sahabat bisa pula menjadi jahat. Yang terakhir adalah kisah cintaku yang berujung berantakan, karena Nadine -Mak Lampir itu- naksir Jodi.    Bukan hanya naksir, tetapi Nadine juga merebut Jodi. Dasar kampungan!    Perutku mendadak menjadi mulas, saat Jodi menghampiri mejaku. Tak jauh dari mejaku, Nadine dengan cuek memilih menu, seakan-akan tidak pernah mengenalku. Dasar Mak Lampir!    “Halo M

IIMS Hybrid 2022

Gambar
Penulis : Lidwina Ro    Sudah dua tahun tidak menginjak JIEXPO Kemayoran ( karena pandemi ) maka, kemarin adalah sesuatu sekali bisa cuci mata tipis-tipis kembali.      IIMS adalah singkatan dari Indonesia International Motor Show. Kali ini di gelar di JIEXPO Kemayoran.  Tidak sampai dua jam, sampailah aku di tempat pameran mobil dan motor tersebut.     Tiket pada hari Senin-Jumat hanya Rp. 50.000 per orang, mulai pukul 11.00 WIB – 21.00 WIB. Sedangkan pada hari Sabtu-Minggu di banderol Rp. 70.000. pameran ini buka sejak tanggal 31 Maret sampai 10 April 2022. Berbeda dengan tahun-tahun dulu, sekarang pengunjung dapat membeli tiket melalui aplikasi Tokopedia dan Dyandratiket.com    Protokol kesehatan cukup ketat juga. Pengunjung diwajibkan menggunakan aplikasi Peduli Lindungi untuk memasuki area pameran, serta sudah mendapatkan vaksinasi minimal dua kali. Pakai masker dan hand sanitizer.      Seperti diketahui, pameran otomotif IIMS 2022 ini diikuti oleh pabrikan mobil dan motor, hingga

SERIBU KUPU-KUPU

Gambar
 Penulis : Lidwina Ro   Ponselku berbunyi nyaring. Menyentak jantung, membuat kepalaku mulai berdenyut sakit karena kaget. Tanpa menengok ponsel, aku segera menyingkap selimut. Cahaya terang dari balik jendela menandakan hari mulai merangkak siang. Bergegas aku bangun dari tempat tidur, berniat untuk mempersiapkan bekal untuk Tiara.    Mbok Sari menyapa ramah saat melihat aku masuk ke dapur.    “Sarapan sudah siap semua, Bu. Apa Ibu mau dibuatkan jus tomat?”    “Maaf, Mbok. Aku kesiangan lagi. Belakangan ini kepalaku sering sakit. Eh, sudah bikin bekal sekolah buat Tiara, Mbok?”    Mbok Sari menatapku beberapa detik. Bukannya menjawab, pembantu paruh baya itu malah tersenyum sumbang.    “Beres, Bu. Sudah Mbok siapkan bekalnya tadi. Bapak juga sudah mengantarnya ke sekolah setelah sarapan tadi.”    Aku tersenyum lega. Entah mengapa belakangan ini aku sering bermasalah dengan kepalaku sehingga tidak bisa mengantar Tiara sekolah. Aku bergegas mandi.    Saat melewati kamar Tiara, langkahku

DUNIA KECILKU

Gambar
 Penulis : Lidwina Ro    Jujur saja, kadang-kadang aku tidak mengerti dengan apa yang ada di dalam isi kepalaku. Menulis? Apa tidak salah aku memutuskan untuk menulis?    Apa alasanku menulis di sela-sela pekerjaan dan rutinitas pekerjaan rumah tangga yang tiada pernah habis itu? Halo? Apa aku sudah kehilangan rasa nikmatnya tidur di kasur latex milikku selepas kerja?    “Sudahlah, Mah. Dari pada melotot mengetik di ponsel, lebih baik buat tidur saja, kasihan sama matamu,” ujar suami untuk yang ke sekian kali. Dia belakangan getol mengingatkan jam tidurku yang semakin amburadul. Aku pun dengan sigap mengiyakan untuk yang ke sekian kali juga, walau pun tidak berniat melepas ponsel dari genggamanku.    Waktu SD, aku pernah mengirim puisi di majalah Bobo. Entah mengapa, kebiasaan menulisku berhenti dan berganti dengan membaca. Biasanya aku meminjam buku di perpustakaan sekolah atau di perpustakaan umum.    Sosial media membuat aku lebih leluasa lagi berselancar di dunia maya, mencari berb

MENCURI WAKTU

Gambar
  Penulis : Lidwina Rohani    Karena aku adalah seorang ibu rumah tangga biasa, aku yakin bukan hanya aku saja yang merasakan betapa waktu setiap hari berjalan cepat, dan tidak menyisakan apa-apa kecuali rasa lelah yang luar biasa. Apalagi bagi ibu yang memiliki seorang bayi, batita, atau balita, dan tidak punya asisten rumah tangga. Wah, lengkap sudah penderitaan. Hahaha.    Mengurus bayi, batita atau balita sendirian adalah hal yang tidak mudah. Apalagi jika suami bekerja di pagi hari dan pulang sore atau bahkan malam. Aku pernah ada di posisi ini. Pagi-pagi buta sudah harus menangani urusan dapur, menyiapkan sarapan dan keperluan suami yang akan berangkat kerja. Lalu membereskan dapur dan rumah seperti mencuci baju, mencuci piring, menyapu, mengepel dan setrika. Bayangkan saja jika semua itu harus dilakukan sendirian sambil mengurus bayi. Yang dulunya aku bekerja dan leluasa mengatur keinginanku sendiri, kini harus bisa pandai dan lihai membagi waktu mengatur semua urusan dalam ruma

BOLU

Gambar
 BOLU Penulis : Lidwina Rohani    Aku bernafas lega saat mendengar pintu terbuka. Akhirnya Lilia sahabatku membuka pintu juga setelah setengah jam lebih aku mengetuk pintu rumahnya dan menunggu. Buru-buru aku bangkit dari bangku teras, lalu menghampiri Lilia.   Mendapati sepasang mata yang bersinar ceria itu membuat hatiku menghangat. Terus terang, aku jarang melihat mata indah Lilia begitu bersemangat akhir-akhir ini.    “Yuk, masuk, Lin. Bolu kukus zebra sudah jadi.”    Senyumku yang baru saja mengembang, seketika layu dan meredup. Bolu kukus zebra itu ... adalah makanan favorit Bima. Hati ini seperti terbanting keras. Perih. Dengan sedih aku menggandeng Lilia masuk ke dalam rumahnya.    “Aku menunggu lama di depan, tahu! Aku kira kau mandi, siap-siap mau kuliah. Ternyata malah bikin bolu,” sungutku pura-pura kesal. Lilia mengikik senang melihatku sewot.     “Jadi kau belum mandi? Bolos kuliah lagi hari ini?” tanyaku sambil menatap baju tidur Lilia yang penuh noda tepung terigu.    “

BE GRATEFUL

Gambar
 Penulis : Lidwina Rohani    Mendengar suara tangis Bintang, aku tergagap bangun. Beberapa detik menatap langit-langit kamarku sambil tetap mengingatkan diri sendiri, bahwa semua ini nyata.     Bintang kembali memanggil dengan tangisannya. Seketika itu juga, aku bangun dari kasur dan menuju box kecil di samping ranjangku.    Aku menyentuh bibir Bintang dengan telunjukku, dan bayi itu merespons dengan menjulurkan lidahnya. Hm, lucu sekali, ternyata jagoanku lapar. Dengan sigap aku menuang sediaan susu formula yang sudah aku siapkan, ke dalam botol susu steril yang sudah aku siapkan sejak sore tadi.    Setelah kenyang, Bintang aku gendong sebentar, menepuk lembut punggungnya agar bersendawa.     ***    “Tante Win mengapa tiba-tiba punya dedek? Mengapa aku tidak melihat Tante Win perutnya gendut?” tanya Sarah dengan keheranan saat berkunjung ke rumahku.    Aku tertawa geli mendengar keponakanku yang ceriwis dan cerdas ini. Entah bagaimana aku harus menjelaskan pada anak berumur empat tahu

ANGELINA

Gambar
  Penulis : Lidwina Ro    Dengan sangat sayang aku mencium pipi putih gembul Angelina yang masih tidur, dengan hati-hati sekali. Lihat, betapa sangat menggemaskan anak kecil ini. Begitu pulas dan damai di alam mimpi. Sesekali mulutnya membentuk senyum. Mungkin di sana dia sedang bermain-main dengan belasan bidadari.    Seperti takut berpisah dengan anak kecil berumur setahun ini, aku menggenggam jari-jarinya yang montok. Terasa hangat. Hatiku pun juga hangat, seolah dialiri oleh tetesan madu dari surgawi. Angelina adalah hadiah terindah dan terdahsyat yang pernah aku miliki di muka bumi ini. Aku mencintai Angelina dengan segenap jiwaku.    Harum minyak telon yang menguar menyusup di hidung, membuat aku ingin mencium dan mencium lagi wajah malaikat kecil ini. Oh, kalau saja malaikat kecil ini bisa lebih lama bersamaku ....    Pintu kamar terkuak pelan, menyembul wajah Mas Dana yang tersenyum.    “Kok sudah pulang, Mas?” tanyaku sedikit kecewa. Berarti sebentar lagi Lina akan ikut pulang

BIPOLAR

Gambar
Penulis : Lidwina Ro    Itu dia! Mas Radit sudah pulang. Sayup-sayup Lira mendengar suara mobil yang masuk ke halaman. Dengan kesal, Lira melirik jam dinding. Hampir jam dua belas malam.     Lira sudah tidak sabar, alasan apa lagi yang akan keluar dari mulut Mas Radit? Lembur? Ada masalah di kantor yang harus segera di selesaikan? Makan malam dan meeting dengan tamu? Atau ada acara ulang tahun rekan kerjanya?     Bosan!     “Lira?” panggil Mas Radit sambil mengetuk pintu kamar. Lira mengatupkan geraham menahan marah. Mas Radit sudah berubah. Suaminya itu, sekarang berubah. Tidak sama seperti dulu. Sekarang benar-benar seperti orang asing. Tidak peka. Tidak perhatian sama sekali.    “Pergi, Mas! Pulang subuh saja sekalian!” sahut Lira dengan berang, seperti seekor singa yang haus darah. Dia melempar ke arah pintu yang tertutup,  apa saja yang ada di dekatnya. Sisir, dompet, kunci, dan vas bunga. Semua barang berantakan di depan pintu kamar.    Tetapi panggilan Mas Radit terus berulang,