RAHASIA LUKA (2)

Oleh : Lidwina Ro


   Kok cepat? Gak jadi beli sandal, Sa?” Suara bariton Leon sedikit mengagetkanku. Leon datang membawa nampan bento yang langsung di serbu oleh Rico dengan antusias.

   Aku menggeleng. Tidak berani menatap mata Leon, karena dia jago menebak apa yang tersembunyi di balik mataku yang tak bisa di ajak menipu ini.

   “Kau masih malas makan? Atau mau aku pesankan sesuatu?” tawar Leon sambil menatap lembut.

   “Mama tadi menangis,” celutuk Rico enteng, di antara kunyahannya.

Aku melotot gemas pada Rico. Tapi anak itu malah cekikikan dan meneruskan  makan.

   Leon mengambil sumpit, dan menyusul makan. Dengan telunjuk tangan kirinya, Leon mengetuk punggungku.

   “Ada apa, Sa?” bisik Leon, tetap dalam posisi menikmati bento.

   Ah, seharusnya aku menolak ikut Leon seminar ke luar kota. Kalau saja aku tidak ikut, pasti aku tidak perlu bertemu dengan Tiara dan Emili di mal. Bertemu dengan mereka seperti membuka luka lama yang sudah susah payah aku kubur. 

   “Rosa? Ada apa?” ulang Leon. Tangan kirinya mengusap punggungku lembut.

   “Hm ... mau cepet pulang.”

   “Heh? Kita baru saja sampai ke mal, dan kau mau pulang? Ada apa sih?” desak Leon dengan tatapan penuh rasa ingin tahu sekarang.

   “Ngantuk,” sahutku asal. Enggan membahas apa pun saat ini. Untunglah Leon hanya menyeringai kecil, dan meneruskan makan.

***

   Seminar singkat kedokteran yang diikuti Leon hari ini sudah selesai. Karena seminar diadakan di kota asal kami, maka Leon mendesak aku dan Rico untuk ikut menemaninya, sekalian ziarah. Orang tuaku sudah lama meninggal, rumahku juga sudah kujual, jadi tidak ada yang harus aku datangi di kota ini kecuali rumah lama Leon.

   Bel pintu berbunyi saat aku menata baju dalam koper. Leon pasti sudah datang. Baguslah! Makin cepat makin baik jika lekas pergi dari kota ini. Entah mengapa aku masih saja gelisah sejak pertama kali kembali menginjakkan kaki di kota ini. Ingatan penuh luka itu selalu menjejali pikiran.

   “Ma, ada yang nyari.”

Tanganku berhenti memasukkan baju ke dalam koper. Dengan dagunya Rico menunjuk ke arah ruang tamu, lalu rebah ke ranjang, sibuk kembali meneruskan game di ponsel.

   “Hah? Mencari mama? Siapa?” 

   “Tidak tahu,” sahut Rico singkat.

   Aku terdiam sejenak dengan pikiran kosong tanpa ide, lalu berdiri dan menuju ruang tamu. Pintu depan terbuka sedikit. Rupanya Rico tidak menyuruh tamu itu masuk. Sekilas aku melirik halaman. Ada mobil asing yang terparkir di sana.

   Aku melebarkan pintu. Dan seketika tubuhku kaku dan tegang demi melihat siapa yang datang. Mas Erik! 

(Bersambung)


Cikarang, 15 Maret 2022


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MASA LALU

GUNUNG BATU

TRAVELLING : Kampung Coklat yang Unik