NGISOR PELEM

Oleh : Lidwina Ro

   Ketika kecil, aku termasuk anak yang tidak terlalu patuh pada orang tua. Jika Ibu selalu memerintahkan anak-anaknya untuk tidur siang, aku selalu punya cara untuk menghindar. Biasanya aku pura-pura tidur supaya kedua adikku ikut tidur siang. Jika mereka sudah pulas, aku bersiap menyelinap ke luar kamar. (Rupanya kebiasaan tidak suka tidur siang itu sampai sekarang masih mendarah daging)

   Karena termasuk anak yang lumayan pendiam, dan mungkin juga karena berprestasi di sekolah, Ibu mengalah padaku. Ibu selalu meloloskan permintaanku untuk keluar rumah. Sebagai jawaban, Ibu hanya bisa mengangguk kecil saat aku pamit hendak bermain bersama teman-teman. Tempat bermainnya juga dekat. Hanya ke halaman rumah tetangga sebelah rumahku.

   “Tidak usah jauh-jauh, ngisor pelem, kan?” tanya Ibu memastikan. 

   “Iya, Bu. Ngisor pelem.”

   Halaman tetanggaku termasuk luas. Ada dua pohon mangga sangat  besar kokoh di pojok kanan dan kiri halaman, menaungi sepetak tanah tempat kami bermain. Daun-daunnya hijau tua dan lebat sehingga tidak panas dan amat nyaman berada di sekitar pohon mangga itu. Itulah sebabnya kami menamai tempat bermain itu : ngisor pelem (* bawah pohon mangga) Tepatnya ke dua pohon mangga itu berada di halaman depan rumah Mbak Ning.

   Mbak Ning adalah tetangga yang murah hati. Tidak hanya membagi buah mangga jika musim panen raya alias mangga berbuah semua, untunglah Mbak Ning juga selalu mengizinkan anak-anak tetangga bermain di halaman rumahnya menjelang sore hari. Biasanya Mbak Ning, ibuku juga beberapa tetangga yang lain ikut duduk-duduk mengobrol santai dan menonton anak-anaknya yang sedang bermain. Bisa membayangkan tidak, betapa fantastisnya suasana itu. Pastinya di zaman sekarang sudah tidak ada pemandangan natural seperti itu lagi, bukan? Semua sudah berubah seiiring zaman.

   Zaman dulu memang masih belum ada ponsel dan laptop. Tidak ada game apalagi tik-tok yang digemari semua kalangan masyarakat dari segala lapisan umur. Dulu, anak- anak sepertiku bermain gobak sodor dan bentengan saja, senang dan serunya bukan main. Sesekali aku ikut main gobak sodor. Setelah berkeringat dan capek aku biasanya terus  mojok di bangku halaman. Apa lagi kalau tidak membaca? Biasanya aku meminjam majalah 'Gadis' pada Nunik anaknya Mbak Ning. Lalu tenggelam di pojok sambil tetap menikmati riuh rendah tawa canda dan pekik girang teman-teman yang bermain gobak sodor. Tawa lebar memenuhi setiap wajah temanku yang basah oleh keringat. Sesekali mengumpat ringan karena kalah melulu.

   Ngisor pelem adalah salah satu tempat bermain yang tidak akan pernah aku lupakan. Pohon mangganya, tanahnya, dan semilir anginnya selalu dapat aku rasakan kembali saat aku melewati rumah Mbak Ning setelah puluhan tahun berlalu. Bahkan ketika Mbak Ning menjual rumah tersebut dan bangunannya sudah berpindah tangan sehingga berubah total semua bangunannya, namun, bayangan sebuah tempat bermain dengan dua pohon mangga yang rindang, semilir angin sore dan tawa canda, tetap utuh dalam bingkai indah di sudut pikiranku. Ngisor pelem yang tak kan tergantikan.

Cikarang, 13 Maret 2022



 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MASA LALU

GUNUNG BATU

TRAVELLING : Kampung Coklat yang Unik