LILIN


Penulis : Lidwina Ro


   Setiap kali ada tamu yang datang, jantungku pasti berdebar-debar kencang. Tamu itu kadang sendirian, tapi lebih sering berduaan. Berpakaian bagus dengan aroma yang wangi. Mereka biasanya melihat-lihat sekumpulan anak-anak yang sedang bermain selepas sekolah usai, sambil mengobrol bersama suster Angela di bangku taman. 

   Suster Angela dengan perhatian dan sabar selalu menjawab semua pertanyaan tamu tersebut. Entah apa yang sedang mereka bicarakan. Tetapi aku ingat, tamu wanita cantik itu sudah sering bolak-balik datang ke sini mengamati anak-anak. 

   Aku mendadak ingat temanku Serli. Sudah beberapa hari ini Serli tidak pernah kelihatan lagi. Tempat tidurnya juga terlihat kosong. Lemari bajunya sudah bersih. Kata Amora, waktu itu dia melihat Serli ikut pulang bersama sepasang orang tua dengan membawa koper kecilnya.

   Ke mana sebenarnya Serli pergi? Benar kah Serli tidak akan kembali lagi? Amora bilang, Serli tidak akan kembali lagi karena Serli sudah mempunyai keluarga baru. 

   “Lin, wanita itu menatap ke arah kita terus,” bisik Amora sambil menjawil lenganku. Membuyarkan semua lamunanku.

   Aku tergagap, dan mencoba melirik ke arah sudut mata Amora memandang. Ah, benar saja. Suster Angela dan ibu cantik itu sedang melempar senyum ke arah mereka.

   “Aku akan senang bila ibu itu mau mengambilku menjadi keluarganya. Aku akan punya Ibu yang baru, yang akan menyayangiku seumur hidupku,” bisik Amora sambil menatapku penuh harap dan semangat. 

   “Mengapa begitu? Kau juga akan meninggalkan aku seperti Serli?” sergahku kaget, dan sedikit sedih. Amora adalah teman dekatku. Teman satu ranjang, juga teman sekelasku di sekolah dasar.

   “Ah, Lilin! Kau ini bagaimana? Apa kau mau tinggal di panti asuhan ini terus?” sergah Amora setengah menghardik. 

   “Aku akan tinggal di sini terus sampai Ibu menjemput aku!” sahutku tak kalah ketus.

   Beberapa saat Amora terbelalak menatapku tak percaya. Menatapku dengan sorot mata penuh amarah bercampur kasihan. Amora memang sudah berkali-kali mengingatkanku kalau Ibu tidak bakal menjemputku lagi. Tapi dari mana Amora tahu dan sampai ngotot, yakin sekali dengan pendapatnya itu? Benarkah ibuku tidak akan menjemputku lagi? Apakah Ibu benar-benar sudah tidak menginginkanku lagi? Apa ada Ibu di dunia ini yang tidak menginginkan anak kandungnya kembali dalam pelukannya? 

   Suster Angela tiba-tiba mengelus pucuk kepalaku. Aku menengadah, dan mendapati suster dan wanita cantik itu tersenyum ke arahku.

   “Lilin, Ibu Tere ingin mengajakmu jalan-jalan sebentar.”

   Aku menatap mata teduh wanita cantik itu. Lalu menoleh ke arah Amora yang mengangguk diam-diam. Dengan ragu aku mengikuti wanita itu. Genggaman lembut wanita itu seketika menghangatkan jariku yang dingin membeku.

    Aku menoleh sekali lagi pada Amora yang menatap sendu dari kejauhan. Dalam hatiku, aku takut sekali bila tidak bertemu dengan Amora untuk selamanya.

  ***


Cikarang, 29 Maret 2022


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MASA LALU

GUNUNG BATU

TRAVELLING : Kampung Coklat yang Unik