Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2021

KADO DESEMBER

Gambar
 KADO NATAL BUKU ANTOLOGI UNTUKKU Setelah sekian lama ragu dan gamang, akhirnya satu temanku berhasil melumpuhkan keraguanku ( terima kasih E.Setyowati) Aku diajaknya masuk mengintip dunia gaib, eh! DUNIA LITERASI ‘ding! Eh, tunggu dulu! Tapi memang betul juga sih. Dunia literasi memang dunia gaib dan ajaib. Pikiran manusia adalah karunia terindah dan ajaib dari Tuhan. Bisa dituangkan melalui tulisan, berjuta aksara yang dulunyaaaaa ... hanya mengendap dan tersimpan mubazir di otak. Pikiran manusia itu misterius (kapan-kapan wae, ya, mbahas'e. Dowo soale, koyok novel) Setelah beberapa saat mencoba mengamati, belajar  mengikuti rules-nya literasi dengan babak belur, belajar mengikuti beberapa komunitas penulis dengan tertatih-tatih, dan bersikeras meneguhkan hati untuk menulis konsisten. Akhirnya aku mendapat satu kado, yang bagiku amat SPESIAL di bulan Desember ini. Spesial bagiku lho, ya. Aku kan, apalaaaah. Bukan siapa-siapa. Seperti punakawan, Gareng Petruk cs, aku masih sekedar

KADO

Gambar
 KADO DESEMBER Pus, hari ini ada arisan emak-emak. Kali ini agak istimewa, karena ada pembagian tabungan. Sudah setahun ini aku jadi juru tulis dan juru simpen uang tabungan para emak. Lega rasanya, Pus, habis mbagi tabungan mereka yang sudah satu tahun mendekam di pelukanku, eh!  Rasanya plonggg ...  seperti sekarung singkong terlepas dari pundak ku, setelah kubagi satu persatu tabungan mereka. Mereka, para emak, mungkin juga plonggg. Seperti dapat kado dadakan. Kan sueneng tuh! Bisa untuk tambah-tambah jajan anak, mungkin bisa untuk beli bakso atau baju tahun baru, atau mungkin juga bisa untuk tambahan nglencer ke luar negeri. Sangar. Sebenarnya bukan itu intinya. Tahu nggak, Pus ... Senang rasanya melihat emak-emak dengan senyum sumringah menerima uang tabungan mereka masing-masing. Pasti di benak mereka sudah ada rencana untuk meludeskan kado akhir Desember ini. Aku sebenarnya sudah letih menjadi juru simpen uang. Tapi mau bagaimana lagi, tugas negara ini harus ku emban lagi dan la

Luka Yang Sesungguhnya

Gambar
 Luka Yang Sesungguhnya “Opo to, mah senyum-senyum sendiri?” “Ini lho, Gong. Ada tulisan di IG yang menginspirasi mama.” “Mana, liat, mah!” Kutunjukkan pada anakku sebuah caption dari seseorang yang cukup terkenal, yang sudah lama aku follow. Lumayan, bisa untuk amunisi tambahan ide menulis fiksi. Nah. Some people say, it’s painful to wait someone.  Some people say, it’s painful to forget someone. “Terus menurutmu yang bener yang mana ini, Gong?” Bak sang emak yang mencoba nge-tes akiyu anaknya. “Salah semua itu, Mah!” cetusnya setelah beberapa saat mencermati caption itu. “Lho kok bisa! Terus apa yang bener menurutmu?”  Aku jelas protes. Jangan-jangan nih anak akan kabur lagi seperti biasa. Tidak menyelesaikan masalah! “Menurutku, Mah ... luka yang sesungguhnya adalah orang yang tidak tahu apakah dia harus menunggu apa melupakan!” Eh, busyeeeeet dah!!  Kepalaku seperti ditimpuk kelapa ijo. Jawabannya nandes banget nih, anak! Tumben jawabannya berbobot siang ini. “Halah, sok tahu!” Aku

LANGGANAN

Gambar
 LANGGANAN  Aku sampai sekarang masih heran mengapa Bapak meninggalkan Ibu. Bapak meninggalkan ibu begitu saja, seperti meninggalkan bekas piring kotor di tempat cucian. Tidak ada beban. Tidak ada urusan.  Buktinya Bapak malah menikah lagi dengan wanita lain. Membangun rumah tangga baru seperti tidak punya tanggungan. Melupakan Ibu dan aku semudah membalikkan telapak tangan. Lalu, sebenarnya aku dianggap apa oleh Bapak? Beban? Malam semakin larut. Gerimis yang baru saja berhenti menyisakan hawa sedikit dingin. Aku baru saja selesai menimbang gula pasir dalam plastik setengah kiloan. Lalu dengan rapi aku menumpuk di etalase warung, sejajar dengan tepung terigu, tepung beras dan lainnya. Puas menata barang-barang di etalase, aku melirik wanita di depan warungku yang masih belum beranjak pergi. Sudah beberapa kali wanita bersama anaknya itu selalu singgah dengan setia makan nasi lodeh ditemani gorengan bakwan jagung. Selain membuka warung kecil, Ibu memang sengaja menyempatkan memasak mas

TEMAN SEKELAS

Gambar
 TEMAN SEKELAS PIM Masa yang paling indah “katanya” masa-masa sekolah. Bener nggak sih? Ada benernya juga sih. Pernah mengalami? Hanya fokus belajar dan mengukir hari-hari bersejarah. Mengukir hari-hari bersejarah? Apa sih? Mangkir dari kelas, sudah. Bolos berjamaah nonton film, sudah. Nyontek rame-rame ketahuan, sudah. Ngutang teman untuk jajan di kantin sekolah, sudah. Telat masuk sekolah, sudah. Telat bayar SPP selaluuu! Huahahaa ... Eh, tapi gak oleh lali, sinau kudu di’get’no! Dulu nilai farmalologi, sinonim dan bahasa enggres selalu markotop. Nilai praktikum selalu mulus. Meskipun ... Ngapalin sinonim sampek stress. Belum fisika, matematika, ilmu resep, farmakognosi, farmakologi ... Berusaha ngerti kimia sampek botak (tapi ulangan pas-pas an mulu nilainya) Tiap kali maju praktek ngulek obat selalu dag dig dug panas dingin, takut kalo over dosis. Doanya selalu pingin dapat soal resep yang mudah (nah, ini karena aku anak yang muaniss gak neko-neko pol, jadi doa selalu didengar) hih