PECEL MBOK SURIP


 Oleh : Lidwina Ro

   

   Mbok Surip adalah bakul pecel langganan keluargaku. Meskipun rumah Mbok Surip bisa dikatakan bagus, asri dan lumayan besar, tetapi coba tebak, dimana dia menggelar dagangannya?

  Untuk lebih cepat sampai membeli pecelnya, biasanya aku memotong jalan. Ya, lewat gang belakang rumahnya! Biasanya aku dan Ibu langsung menuju pintu dapur belakang Mbok Surip! Apakah ada yang menebak kalau Mbok Surip berjualan di dapurnya di belakang rumah utama?

   Bertolak belakang dengan rumah utamanya yang bagus dan bersih, dapur Mbok Surip benar-benar primitif. Dapur Mbok Surip bahkan masih beralaskan tanah. Bisa bayangkan kalau hujan turun dan banyak langganan yang datang? 

   Ketika akan masuk ke dalam dapurnya Mbok Surip, akan terlihat Pak Surip duduk di depan tungku besar buatan sendiri, dengan wajan super besar di atasnya. Pak Surip seperti biasa duduk di atas dingklik di depan tungku api sambil sesekali menambah kayu bakar dan tangannya sibuk menggoreng heci. Ada yang tahu gorengan bernama heci? 

   Pertama-tama centong sayur dicelupkan pada minyak goreng yang panas. Lalu diisi adonan tepung terigu yang sudah dibumbui, dengan campuran kol, touge dan wortel. Setelah itu Pak Surip akan mencelupkan centong adonannya di dalam minyak goreng yang berlimpah, tak lupa menaburkan lima atau enam butir kacang tanah. Beberapa detik kemudian, Pak Surip menggoyang-goyangkan isinya, dan perlahan heci akan terlepas dari centong. Ya! Semacam bakwan sayur, tetapi heci ini berbentuk mulus karena dicetak terlebih dahulu di centong panas.

   Biasanya aku lebih sering membelokkan langkah dan mengikuti kegiatan Pak Surip menggoreng heci daripada ikut Ibu yang berdesakan antre membeli nasi pecel di sudut bilik dapur.

   Mbok Surip menggelar jualannya di sebuah meja dapur yang amat besar. Selain menjual nasi pecel, Mbok Surip juga menyediakan lontong, bihun goreng, mie goreng, pelas, bongko, bothok dan berbagai gorengan seperti heci, pisang goreng dan singkong goreng.

   Pembeli rela berdiri, memutari meja besar itu, sementara Mbok Surip dengan sigap melayani pesanan satu persatu. Hebatnya Mbok Surip hafal siapa saja ibu-ibu yang datang terlebih dahulu, sehingga tidak ada ibu-ibu yang berebut antrean.

   Sayuran rebusannya lengkap. Ada daun singkong, kenikir, bayam, bunga turi, tauge, lamtoro atau petai cina. Penyajiannya akhirnya di tambah sedikit kering tempe atau orek tempe, sedikit dendeng ragi, lalu di siram sambal kacang yang pedas legit, di atasnya lagi masih di tumpuk dengan sejumput kemangi dan rempeyek kacang, kadang teri, atau lempeng. Setiap nasi pecel atau lontong pecel, dibungkus dengan daun pisang dan lidi sebagai penyematnya.

   Apa ada nasi pecel senikmat nasi pecel Madiun? Aku kira semua kembali pada selera masing-masing. Pecel Mbok Surip selalu ada dalam ingatanku. Setiap kali aku melewati rumah Mbok Surip, kenangan itu selalu menari-nari jelas. Dapur beralaskan tanah. Berjubel diantara ibu-ibu yang mengantre pecel, dan mengamati Pak Surip menggoreng heci  adalah bayangan paten di otakku. Ah, mungkinkah hanya aku yang mengingat semua itu?


Cikarang, 12 Maret 2022


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MASA LALU

GUNUNG BATU

TRAVELLING : Kampung Coklat yang Unik