Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2021

EMOSI

Gambar
 EMOSI Emosi paling kuat dan paling tua di dunia ini ternyata bukan rasa cinta. Bukan rasa sedih. Bukan pula rasa bahagia, apalagi rasa yang tertinggal. Eh! Buset dah! Emosi terkuat sekaligus  berbahaya adalah "rasa  takut" .  Rasa takut yang paling ditakuti adalah : ketidak pastian atau ‘unknown’ Misalnya takut tidak bisa menyekolahkan anak. Takut tidak dapat kerja yang layak. Takut tidak bisa membahagiakan istri tercintaaah ( ehm ... ) Takut tidak bisa menyenangkan orang tua. Takut tidak punya tabungan cukup untuk biaya nikah. Takut penyakit tidak bisa disembuhkan. Lihat saja di Rumah Sakit. Rasa takut dan khawatir itu berhubungan sangat erat dengan sakit penyakit. Dalam dunia kerja, rasa takut yang berlebihan bahkan dapat mengakibatkan tidak maksimal dalam bekerja.  “Ayo, Gong, belajar megang mesin Milling. Sudah bisa mesin Wire Cut,kan? Sekarang kuasai mesin yang lain.” “Gak, Mah. Mesin Milling CNC yang itu tingkat presisinya tinggi. Nanti kalau ukurannya blong, aku diome

SI RAMBUT NENEK

Gambar
 Si Rambut Nenek Sebenarnya aku sudah lama mengincar jajanan masa lalu ini. Setiap pulang kerja, aku selalu melirik lama, setiap kali  motorku melewatinya. Berhenti nggak ya? Berhenti nggak ya? Ah, terus saja. Malu!  Mungkin sudah puluhan tahun tidak pernah merasakannya lagi. Terakhir kali aku melihat ‘bentuknya’ yang alami semrawut ini ( seperti hatiku kalau pas lagi jengkel ) waktu di SDK St. Cornelius  Lalu, sambil tengok kanan kiri, hari ini kupaksa motorku berhenti di depan penjual jajanan ini. Masa iya, aku beli jajanan anak kecil tanpa membawa anak kecil? Aneh kayaknya. Ah, masa bodo. Yang penting beli dulu, buat pengobat rindu. Ternyata harganya lima ribu. Wow, murah. “Mamah ... mamah, kayak anak kecil beli seperti itu.” Komentar anak pertamaku sambil menggeleng-geleng, ketika melihatku langsung duduk di lantai (sudah cuci tangan lho) melihat-lihat bungkusan plastik bening itu, bersiap-siap akan membuka karetnya! O,o ... aku ketahuan!  Aku hanya cekikikan, dan mengusirnya pergi

PAYUNG HATI

Gambar
PAYUNG HATI Tetesan hujan, selalu menjadi sesuatu yang menarik. Berjuta butiran air bening itu seolah berusaha sekuat tenaga membasuh kering tanah yang merekah menjerit gersang. Pernah menangis berdiri di bawah tetesan air hujan sambil tersenyum lebar? Tidak ada orang yang tahu apa sebenarnya warna hati di saat itu. Payung juga sesuatu yang menarik dan pantas disukai. Berjuta warna dengan lukisan indah bunga di atasnya seolah membawa ke dunia seberang. Dunia dari negeri dongeng atau antah berantah tak di kenal. Pernah tersenyum lebar berdiri di bawah payung sambil memeluk tangis lara? Tidak ada orang yang tahu apa sebenarnya warna hati di saat itu. Deras hujan pasti menemani di  sepanjang musim. Tapi payung pasti selalu ada, tak lelah merengkuh melindungi kepala bodoh dengan caranya sendiri.  ... sampai kapan?  Lidwina Ro, Ckr, 211121  

YANG TERLEWAT

Gambar
  YANG TERLEWAT Mendekati bulan Desember, sekarang seperti ada yang menjegal hati. Yang biasanya hanya ada  perasaan suka cita, sekarang seperti sudah tercium rasa hampa-nya, lebih tepatnya dalam bahasa jawanya ... ‘ wis aras-arasen’. Kata suamiku ... sudah tidak ada lagi mah, yang menunggu kita duduk di teras, ketika kita sedang dalam perjalanan menuju rumah ayah.  “Aku tidak akan mendengar panggilan ‘nak’ lagi, mah,' sambungnya dengan sendu. Lho, kok justru suami yang lebih kehilangan dari aku ya? Bagiku, tidak akan ada lagi kesibukan masak memasak seru di rumah ayah bersama adikku. Tidak akan ada lagi acara membawa ayah makan rawon atau ayam lodho kesukaannya di resto langganan. Juga tidak bisa lagi membawanya sekedar jalan-jalan di tempat rekreasi di sekitar rumah, seperti ke Gunung Kelud, ke Puh Sarang. Atau Cuma sekedar duduk-duduk berkumpul bersama cucu-cucu di Simpang Lima Gumul Kediri. Entah apa yang akan aku -dan adikku- lakukan nanti setiba di rumah ayah, selain ziarah.

CABAI

Gambar
 CABAI Semula aku acuh tak acuh melihat sebuah tanaman kecil liar tumbuh di dekat rumpun melatiku. Paling-paling di akhir Minggu juga diratakan dengan cangkul sama si Zaenal.  Ketika aku membuang sampah, mataku menangkap tumbuhan itu lagi. Eh, belum diratakan juga sama Zaenal. Padahal aku paling bawel melihat rumput yang cepat tinggi. Lalu musim hujan pun tiba. Tanah yang biasanya kering, kini diguyur air langit merata basah dan segar. Beberapa bunga putih kecil mulai bermunculan di batang kecil tanaman liar itu. Aku pun langsung mengenali tanaman itu. Siip!! Itu cabai.  Harga cabai di pasar saat ini tidak begitu gila sih ... akan tetapi tiba-tiba aku ingin mempertahankan tanaman cabai liar itu, yang semakin hari semakin lebat berbuah. Sayangnya hanya sebatang. Wek!! Sebelum berangkat kerja, aku selalu turun dari motor, dan piket dulu ( tapi enggak bawa pentung ya ) Aku selalu memeriksa tanaman cabaiku. Malah sempat beberapa kali aku menghitung jumlahnya. Koplak, ah. Siapa juga yang ma

GETUK

Gambar
 GETUK Semalam, aku dan si bungsu mengalami peristiwa agak horor. Hujan deras sekali. Hanya aku dan bungsu yang di rumah. Lainnya masih kerja, belum pulang. Keponakanku juga pas keluar, cari nasi goreng katanya. “Bu ... Bu ....” Ada suara memanggilku. Aku menoleh ke arah bungsu. Tapi kok bungsuku tidak bereaksi. Apa aku salah dengar? Seperti ada yang memanggilku. Aku membuka pintu utama, melongok ke pintu gerbang, dan menunggu, kalau-kalau gerbangnya terbuka. Atau menggeser.  Ternyata tidak. Jadi aku kembali rebahan di sofa. Masih malas mandi.  Terdengar suara memanggil lagi. “Kayaknya ada yang memanggil, ya?” Aku menatap bungsuku, mencoba mencari sekutu. Masak iya aku sendiri yang mendengar suara itu? Aku kembali berdiri, membuka pintu utama.  “Nggak ada siapa-siapa, Mah,” jawab si Bungsu. Dia menghampiriku dan  ikut-ikutan melongokkan kepala. Tapi pintu gerbang memang tidak bergeser. Dan tidak ada bayangan tamu sedikit pun. “Suara hujan itu, Mah!” Aku menahan nafas, sambil menutup pi

OFFLINE

Gambar
 OFFLINE Untuk pertama kalinya setelah hampir dua tahun, si bungsu masuk sekolah. Hari ini, Senin, tanggal 8 November, akhirnya sekolahnya offline. Artinya apa? Artinya emaknya harus bangun lebih awal! Sampai sudah lupa rasanya bangun jam lima pagi. Wek!!  Siapa lagi kalau buka emaknya yang paling repot? Suami dan anak-anak mah tahunya sulapan saja. Buka mata semua cliiiing ... sudah tersedia. Ya susu, ya teh panas, plus sarapan ... pokoknya semua kudu ada di meja makan. Memangnya siapa yang akrobat di dapur dalam waktu kurang lebih sejam? Berbeda dengan sulungku yang semau gue, yang bungsu ini agak perfect. Kalau yang sulung type bodo amat, mau sarapan atau puasa nggak ngefek! Nggak ribet! Easy going saja.  Lha, yang bungsu ini teratur makannya. Makannya harus 3x sehari.  Sarapan harus pakai nasi. Nasi yang baru. Dan harus anget.  Juga harus ada susu. Tapi eh, kok malah kakaknya yang gembul ya? Bungsu tetap saja tak berlemak! Sudah lama tidak menyiapkan seragam, dasi, topi dan bekal.

KONSLET

Gambar
KONSLET Kok ya pas suami belum pulang, listrik berulah. Mana sudah terlanjur masuk kamar mandi lagi ... Asem, aku terpaksa keluar lagi. “Goooong ...! Betulin lampunya itu kenapa kok mati ya?” “Dia masih makan mie ayam, bude.” Ponakanku yang menyahut.  “Makan mie ayam?!” Lho, kok ya bisa anakku di saat lampu konslet, masih meneruskan makannya. Bisa-bisanya makan dengan santai di gelap-gelapan seperti ini.  Aku melempar handuk ke kursi dengan kesal. Sepuluh menit berlalu ... anakku masih belum keluar kamar. Dia masih saja seperti ini. Melakukan apa yang dia suka. Tidak banyak bicara. Tidak mau di paksa. Sulit di intimidasi.  Aku mengintip ke dalam kamarnya. Dia makan diterangi sinar dari senter kecil. Ya ampun! Anak siapa dia? Wek!! “Ayo, cepetan, Gong.” “Sabar, mah. Nanggung.” Setelah benar-benar habis makanannya, dia baru berdiri. Beberapa kali dia bolak balik memperbaiki saklar utama di luar rumah, dan sumber percikan dari dalam kamarnya. Mengapa lama sekali? Biasanya dia cepat memper

MAGER

Gambar
 MAGER “Mah, bikinin nasi goreng.” “Kemarin kan sudah. Mosok lagi?” Nggak tahu kenapa, si bungsu hobi banget nasi goreng. Nggak ke resepsi, ke resto, jajan di pinggir pantura di tengah perjalanan mudik, atau sarapan di rumah, pilihannya pasti itu. Kalau malam-malam lapar, pasti larinya ke seberang jalan, ke Abang nasi goreng langganannya. Apa nggak ada makanan yang lebih enak dari nasi goreng?  “Mah besok rawon, ya ....” Nah ini. Iniiii .... Rawon juga kesukaannya. Dua sampai tiga hari lebih, dia masih bisa berselera dengan menu yang sama. Rawon daging.  Tapi bagiku yang tidak begitu senang memasak, menu rawon cukup oke juga. Bisa untuk makan siang dan makan malam sekaligus. Tinggal memanaskan saja. Praktis. Tidak perlu mikir lagi, nanti makan apa. Wkk ... “Bayangkan kalau sehari makan tiga kali. Berarti mama harus memutar otak untuk memasak  tiga kali menu dalam sehari. Botak nggak sih ? Belum lagi kalau papamu ada meeting dan makan di luar dengan koleganya. Mubazir mama masak.”  Aku

KERSEN

Gambar
 KERSEN Malas masuk ke dalam kantor partner suami untuk ikut meeting, aku lebih memilih tinggal di dalam mobil. Bukannya apa. Karena ada maunya. Sok sibuk memelototi hape. Mobil pun diparkir di bawah pohon yang rindang.  Eh! Sepertinya aku kenal pohon rindang ini. Aku segera turun. Angin menyapa dengan ramah. Lumayan adem. Sejenak mataku berkeliling. Kuhirup udara sepenuh dada.  Rasa yang sama ketika berada di pekarangan belakang kebun Mbah Kakung berpuluh-puluh tahun yang lalu. Dimana semua cucu berkumpul ketika libur sekolah tiba.  Rumah Mbah Kakung amat luas. Seperti losmen, kamar di rumah Mbah Kakung amat banyak, sesuai dengan jumlah anak-anaknya. Sembilan. Bisa bayangin nggak sih, berapa banyak dan ramainya bila semua cucu berkumpul? Asyik bukan ?! Ketika siang, cucu-cucunya yang bandel -termasuk aku- tidak pernah tidur siang. Tetapi berkumpul di kebun belakang rumah. Bermain gobak sodor, atau menjolok asam dan kersen. Juga buah kenitu, kalau pas musim. Tahu buah kenitu enggak ? 

Rasa Tak Berbentuk

Gambar
          RASA TAK BERBENTUK “Aku hanya ingin bertemu.” Aku menatap pada wajah tenang lelaki itu sambil bertanya-tanya dalam hati. Mengapa harus sekarang dia mengatakannya? Kemana saja dia dulu? Kenapa tidak dituntaskannya masalah yang paling mengganjal hati itu dari dulu? “Heh? Mengapa?” “Hanya ingin bertemu dia, mbak. Ngobrol sebentar saja.” Aku tersenyum simpul. Mencoba menebak maksud dibalik kepala lelaki dihadapanku ini. Tidak ada kilatan iseng pada sepasang matanya. Hanya tersembul rasa yang aku pun pernah mengalaminya sendiri. Duluuu...ha ha haa...  Jadi aku mengenal rasa itu dengan baik. Aku tahu dengan sangat dan sangat baik! Dan aku hafal  nama rasa itu.  “Aku boleh minta nomer hape-nya ya mbak?” “Baiklah.” Tidak ingin berlama-lama berkubang dalam memoriku sendiri, aku segera mengirim nomer yang dimaksud ke ponsel lelaki itu.  Sinar mata lelaki itu seketika berkelip laksana bintang di malam yang gelap. Kerlipnya terang sempurna.  Mengingatkanku pada kerlip bintang di masa lal