PERJALANAN


 Penulis : Lidwina Ro

   Manusia lahir, bertumbuh, menua, sakit, dan akhirnya mati. Suatu fase yang selalu berulang-ulang sepanjang sejarah manusia. Kalau di dalam peristiwa tersebut kita salah dalam mengisi atau memberi makna, alangkah sia-sianya hidup ini. 

   Ketika dalam perjalanan di atas sebuah mobil, melintas seorang pemuda ganteng, membawa kemoceng yang tidak jelas warnanya, dan mulai membersihkan kaca jendela mobil yang sebenarnya masih bersih.  Dalam hati langsung bertanya-tanya, apakah tidak ada pekerjaan lain yang lebih layak demi mendapat rupiah? Apakah pemuda itu putus sekolah sehingga susah mencari kerja? Atau sudah merasa bangga dengan usahanya mencari uang seperti itu? 

   Ada sekitar enam atau tujuh pemuda tanggung lainnya yang sedang bergerombol menanti giliran. Bahkan aku lihat, mereka mempunyai badan yang cukup kuat dan sehat. Lalu apa yang mendorong mereka giat mencari rupiah dengan cara seperti itu? Coba bayangkan, bekerja dengan sebuah kemoceng!

   Lalu, di mana orang tua mereka? Apa fungsi orang tua sebenarnya? Apakah tidak ada yang mendorong anak-anaknya untuk belajar rajin lalu lulus dengan angka terbaik, dan mengadu nasib mencari pekerjaan? 

    Salah siapa jika anak-anak berakhir di jalanan? Orang tua kah? Atau anak itu sendiri? 

   Banyak pemandangan miris yang dapat dijumpai selama perjalanan. Ibu-ibu yang membawa bayi sewaan. Mencari rupiah di tengah kendaraan ramai dengan membawa bayi, yang entah di sewa dari mana.

   Seorang bapak yang pura-pura bertangan cacat menengadahkan telapak tangan di pinggir trotoar. Wajahnya memelas dengan kantong permen di sisi tangan yang cacat. Sungguh, kadang hati serasa dicabik-cabik melihat kekurangan mereka. Manipulasi yang masih terus saja bisa membodohi orang yang melihatnya.

   Sampai kapan mereka merasa berpikir apa yang dilakukannya adalah benar? Sampai kapan mereka merasa pintar? Dan sampai kapan mereka tidak diarahkan?

   Entahlah. Terlalu banyak sandiwara yang ada di muka bumi ini. Kesempatan yang tidak di ambil sudah terlalu banyak. Menyia-nyiakan kesempatan hidup seperti barang permainan yang tidak berharga. Waktu tidak bisa di putar ulang. Berjalan terus  tanpa bisa di cegah. Jangan sampai menyesal ketika tiba-tiba usia menjemput dan tak membawa alasan.

Cikarang, 17 April 2022


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MASA LALU

GUNUNG BATU

TRAVELLING : Kampung Coklat yang Unik