Luka Yang Sesungguhnya


 Luka Yang Sesungguhnya


“Opo to, mah senyum-senyum sendiri?”

“Ini lho, Gong. Ada tulisan di IG yang menginspirasi mama.”

“Mana, liat, mah!”

Kutunjukkan pada anakku sebuah caption dari seseorang yang cukup terkenal, yang sudah lama aku follow. Lumayan, bisa untuk amunisi tambahan ide menulis fiksi. Nah.

Some people say, it’s painful to wait someone. 

Some people say, it’s painful to forget someone.

“Terus menurutmu yang bener yang mana ini, Gong?” Bak sang emak yang mencoba nge-tes akiyu anaknya.

“Salah semua itu, Mah!” cetusnya setelah beberapa saat mencermati caption itu.

“Lho kok bisa! Terus apa yang bener menurutmu?” 

Aku jelas protes. Jangan-jangan nih anak akan kabur lagi seperti biasa. Tidak menyelesaikan masalah!

“Menurutku, Mah ... luka yang sesungguhnya adalah orang yang tidak tahu apakah dia harus menunggu apa melupakan!”

Eh, busyeeeeet dah!! 

Kepalaku seperti ditimpuk kelapa ijo. Jawabannya nandes banget nih, anak! Tumben jawabannya berbobot siang ini.

“Halah, sok tahu!” Aku mencibir. Dalam hati senang, ada bahan lagi untuk bikin cerpen yang melow. Emaknya sangat halu akhir-akhir ini. 

“Mah,” Anakku menadahkan tangan sambil senyam senyum tak jelas.

“Apa?!”

“Minta uang dong, buat nonton. Mumpung Sabtu. Kemarin sudah nerus kerja, lembur sampai jam setengah tujuh pagi lho.”

Aku menarik napas. Sudah punya gaji kok masih minta uang jajan. Tiap hari makan gratis lagi di rumah. Ini anak, perhitungan banget. 

“Aku ikut ke Mal, ya, Gong ....”

Terpaksa aku menarik retsleting dompet belanjaku. Mencari beberapa sen untuknya. Untung aku sayang. Hm ...

Lidwinaro, Ckr 111221









Komentar

Postingan populer dari blog ini

MASA LALU

GUNUNG BATU

TRAVELLING : Kampung Coklat yang Unik