Yang Terdalam (3)


 Yang terdalam (3)

Baca selengkapnya di :

https://lidwinarohani.blogspot.com/2021/10/yang-terdalam-2.html

         Dua pria mencarinya? Pipit dan Ratna saling menatap penuh tanda tanya. Mereka berdua baru saja rebahan sambil bertukar cerita setelah makan malam, ketika ibu pemilik kost naik ke atas, mengetuk pintu kamar. Ibu kost memberitahu kalau ada dua tamu lelaki mencari Pipit. 

“Mencari saya, bu?” alis Pipit bertaut, tidak percaya. Bahkan dia tak punya bayangan sama sekali yang mampir ke otaknya. Setanpun tidak.

“Memangnya siapa Pit ?” tanya Ratna teman satu kasurnya menyelidik. Ratna berusia 3 tahun diatas Pipit. Selama ini Ratna lah yang lebih banyak menjaga dan melindungi Pipit. Tak heran dia sangat protektif terhadap Pipit. 

“Entahlah, Rat. Ayo ikut ke bawah saja, temani aku,” ajak Pipit. Sungguh dia tak dapat menebak, karena dia tidak punya teman pria selama bekerja di Surabaya selain teman ditempat dia bekerja. Lalu mereka berdua turun kebawah. 

“Kamu...” mendadak Pipit kehilangan suara. Oh ya ampuuun ! Ternyata pria asing di bis itu ! Beberapa Minggu sudah berlalu, mengpaa kini dia tiba-tiba bisa berdiri, menjulang tinggi dihadapannya dengan senyum kecil memamerkan wajah datar. Tapi tunggu..tunggu.. Bukankah Pipit dulu sengaja tidak menyebut nomer rumah. Tetapi pria ini, mengapa bisa menemukannya? Nekat juga ! Ada perasaan aneh menyelinap di dada Pipit. Dia sendiri tidak tahu harus  bagaimana menilai kegigihan pria ini.  Rasa kagum ataukah tersanjung ?

“Gila kau Pit.. kenal mereka dimana cakep-cakep semua,”hardik Ratna berbisik jenaka.

         Pria itu membawa satu temannya. Lalu berkenalanlah mereka. Untung Ratna type gadis yang supel, sehingga keceriannya  dapat mencairkan suasana. Ini pertama kali Pipit menerima tamu pria di kost. Dia mencoba bersikap wajar, berbaur dengan canda tawa mereka meskipun dia sendiri agak canggung. 

         Teman pria asing itu bahkan yang paling banyak melempar pertanyaan kepadanya. Sedang pria asing itu lebih banyak  mendengar. Hanya sesekali menimpali gurauan. Lebih banyak diam-diam mencuri pandang ke arah Pipit.

“Darimana tahu kost ku disini?” Pipit mencoba memberanikan diri bertanya sehalus mungkin, ketika malam semakin larut, dan tamunya akan pamit.

“Aku mencari bersama Edo.”

“Bagaimana ?” 

“Ya dengan menanyakan namamu satu persatu di setiap tempat kost,” jawabnya enteng.

         MataPipit membulat sempurna. Jadi pria ini bersama temannya...  Oh tidak..tidak.. pria ini pasti sudah gila. Apa dia tidak punya rasa malu ?

“Jadi kamu...” suara Pipit tersendat, susah merangkai kalimat yang tepat.

“Mau bagaimana lagi. Untunglah namamu tidak palsu,” sambung pria itu sambil tertawa kecil. Matanya tidak lagi datar. Tapi ada kilatan kepuasan tersendiri  terpantul disana, karena usahanya mencari alamat tak lengkap tidak gagal.  Hal ini membuat Pipit merasa salah tingkah sudah setengah mengerjai.

“Maaf kalau aku mencarimu. Tapi terima kasih kamu mau menemuiku. Besok pagi kamu kerja. Aku pulang sekarang ya.”

         Suara berat dan lembut itu sesaat berhasil mengacaukan pikiran Pipit. 

“Eh, iya... “ Pipit mengangguk, kenapa jadi pria itu yang meminta maaf ya? 

“Kapan-kapan aku kesini lagi. Boleh ?”

Untuk beberapa detik, Pipit terdiam. Mencoba mencerna pelan-pelan ucapan yang baru saja didengarnya. Apa maksudnya kesini lagi ?

“Aku tidak mengganggumu kan ?”

Pipit terdiam. Masih menebak tujuan pria asing ini.

“Atau ada yang terganggu kalau aku kesini lagi?”

“Eh, bukan begitu..’

“Jadi berarti boleh kan ?” 

Pipit tersenyum resah dicecar sekaligus dipojokkan oleh pertanyaan itu. Dia sendiripun tidak tahu dari mana dulu harus menjelaskan. Terlalu malu untuk mengakui kalau sebenarnya dia tidak keberatan pria ini datang kembali. Akan tetapi..

“Baiklah, aku pulang dulu. Tidak enak, sudah malam,”  pria itu memotong lamunan Pipit. 

“Boleh minta nomor ponselmu ?” 

Alis Pipit bertaut. 

“Supaya aku tahu apakah kamu ada di rumah atau tidak saat aku kesini..” sambung pria itu sebelum Pipit sempat membuka mulut.

         Pipit menyeringai. Berasa tersesat di suatu tempat asing.  Tapi sepasang mata yang tenang itu seolah tidak ingin mengalah dan gigih membujuk Pipit untuk lebih mempercayainya. Ada sepasang cahaya kecil memantulkan api. Berpendar hangat dan lembut. Merengkuh diam-diam, menerangi relung hati Pipit yang terdalam dan yang tersembunyi.

      

Lidwina_ro, 24 Okt 2021






         


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MASA LALU

GUNUNG BATU

TRAVELLING : Kampung Coklat yang Unik