CERBUNG : Sekar dan Larung Sesaji

Sekar dan Larung Sesaji (2)

Baca cerita sebelumnya di :

https://lidwinarohani.blogspot.com/2021/10/cerbung-sekar-dan-larung-sesaji.html

         Nah kan ! Menik langsung menghela nafas lega begitu sudut matanya menyapu sosok kecil kurus di teras rumah. Ternyata Sekar sudah pulang duluan. Entah kenapa beberapa hari ini ada yang berubah pada diri anak kecil itu. Sekarang, Sekar seolah-olah menjauh. Perilakunya bukan seperti yang dulu lagi.  Tapi nantilah, pelan-pelan dia nanti akan menanyai Sekar. Bergegas Menik  mencuci kaki dan tangannya di kran samping rumah. Setelah  Menik meletakkan bakul di lantai teras, dia menghampiri Sekar, dan meraih tangan kecil itu.

         “Sudah makan belum ?” Menik menarik tubuh Sekar lebih dekat. Menatap langsung kedalam bola mata bocah perempuan itu.  Mencoba mencari secercah warna pelangi di sepasang mata berwarna hijau muda itu. Senyum Sekar mengembang, mata hijau nya bersinar terang ketika melihat Menik tidak marah. Tangan kecilnya merangkul Menik dengan erat. Lalu menenggelamkan kepala mungilnya di dada Menik seolah-olah tahu kalau dia bersalah, dan ingin menebus kesalahannya. “ Belum, mbak jangan marah ya...” Menik sudah menduga akan mendengar jawaban polos itu. Sekar memang termasuk anak yang susah makan. Hanya beberapa makanan saja yang yang disukainya. Menik berdiri, lalu menarik tangan anak itu masuk ke dalam rumah, “ Yuk, diceplokin mbak telur.. tapi mandi dulu ya..” 

         Sementara dari dalam kamar, ibu Menik tersenyum-senyum melihat perlakuan Menik pada Sekar. Meskipun tidak ada setetespun darahnya  yang mengalir pada anak bermata hijau muda itu, akan tetapi dia dan Menik anaknya, selalu memperlakukan Sekar seperti keluarga sendiri.  Bahkan Meniklah dulu yang bersikeras ingin membawa Sekar masuk ke dalam rumah sederhana ini tanpa berpikir panjang. 

         “ Lho, sudah enakan, ya bu... oh, syukurlah,” Menik tampak lega melihat ibunya duduk di tepi ranjang sambil menyisir rambut. Sudah seminggu lebih ibu Menik hanya bisa tiduran di kasur karena penyakit  darah tingginya kambuh. Jangankan menggendong bakul dan berjualan pecel, untuk berdiri saja  badan ibunya oleng dan mata berkunang-kunang. Karena itu Menik menggantikan posisi ibunya, dari berbelanja, memasak sampai menggendong bakul menjajakan nasi pecelnya di samping kios mbak Danik, tempat biasa mangkal ibunya. “Sudah lumayan Nik.  Lagipula Minggu depan ada Larung Sesaji. Ibu harus bantu masak-masak.”

         Acara Larung Sesaji memang acara istimewa bagi kelurahan Sarangan, kecamatan Plaosan, masuk kabupaten Magetan ini. Apalagi acara ini hanya diadakan setahun sekali, dengan perhitungan kalender Jawa. Sebagai penduduk setempat di situ, ibu Menik tak pernah melewatkan acara yang satu itu. Dia biasanya bersama tetangga – tetangga lainnya beramai ramai membantu mempersiapkan tumpeng untuk kemudian dilarung di telaga.  

         Tradisi turun temurun ini memang warisan dari nenek moyang dan masih dipertahankan oleh penduduk dan aparat sekitarnya, bahkan menjadi tahunan rutin agenda wisata di kabupaten Magetan ini. Sudah tiga kali Menik membawa Sekar menonton dari pinggir ritual arak-arakan Larung Sesaji. Jadi Minggu depan dia berencana akan mengajak Sekar melihat acara Larung Sesaji kembali. Ah, kapan lagi bisa menyenangkan hati anak kecil cantik bermata hijau muda itu ? Sepasang bola matanya selalu berbinar-binar ketika digendong melihat arak-arakan keramaian. Seolah pijar warna pelangi menghiasi mata itu. Membuat rasa sayang Menik menebal dan semakin kental terhadap anak perempuan itu.

         Setelah membantu ibunya minum captopril dari puskesmas, Menik mematikan lampu. Lalu pelan-pelan dia masuk ke kamar sebelah ibunya. Dia memang setiap hari tidur bersama Sekar, dikamar sebelah ibu. Anak perempuan itu sudah meringkuk tidur. Menik membetulkan letak selimut. Memastikan dengan teliti, kalau selimut sudah betul membungkus rapat Sekar supaya anak itu tidak kedinginan. Semakin malam, udara Sarangan akan semakin menusuk tulang. Menik menatap lembut wajah Sekar. Wajah mungil cantik itu terlelap dalam mimpi. Wajah mirip boneka yang dulu selalu diidam-idamkan semasa dia kanak-kanak  dan yang tak pernah dimiliknya karena keterbatasan uang. Adalah suatu berkah bila di suatu pagi buta, bersama ibu, dia menemukan keranjang berisi boneka di sudut kebun kecilnya yang ditanami kenikir dan kacang panjang di belakang rumah. Terbungkus selimut tebal dengan bibir yang mulai membiru. Hanya saja ini adalah... boneka hidup ! Menik dan ibu lalu menamai boneka itu Sekar.

LidwinaODOP9 (27) 37 Okt 2021 Sekar dan Larung Sesaji



         

         


 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MASA LALU

GUNUNG BATU

TRAVELLING : Kampung Coklat yang Unik