CERBUNG : Sekar dan Larung Sesaji (7)


 CERBUNG : Sekar dan Larung Sesaji (7)

Baca cerita sebelumnya di :

https://lidwinarohani.blogspot.com/2021/10/cerbung-sekar-dan-larung-sesaji-6.html

         Sekelebat bayang anak kecil bermata hijau muda itu seakan muncul lagi di depan mata Menik. Dengan wajah mungil cantik, menari-nari di pelupuk mata. Tersenyum samar sambil memilin ujung rok. Ketika mata Menik mengerjab, bayang itu seketika juga menguap, tak berjejak. Menik langsung berdiri, tak sadar ingin menghampiri. Tapi mau menghampiri kemana, dia tersentak sendiri, tertegun. Dingin semilir angin segera menenggelamkan ilusinya. Menik tersadar, terduduk lunglai. Kembali menatap kosong jauh kedepan. 

         Ah, tidak..tidak.. Cepat-cepat Menik bangkit berdiri lagi. Tidak mungkin Sekar menghilang begitu saja. Masih ada waktu. Dia harus menemukan Sekar sebelum malam tiba. Dia akan mencari sekali lagi. Ya, sekali lagi dan sekali lagi. Dia pasti akan menemukan Sekar, seperti hari-hari kemarin. Menik berjanji dalam hati, dia pasti akan menemukan adiknya.

        Bu Sum menghela nafas. Tidak tahu lagi cara membujuk Menik. Karena dia sendiri juga tidak tahu cara menyingkirkan kesedihan dari dalam hatinya sendiri. Maka dibiarkannya Menik pergi sekali lagi mencari Sekar. Mencari dan mencari lagi.. Biarlah Menik sepuas hati mencari adiknya. Bu Sum hanya bisa memanjat doa, berharap yang terbaik, lalu hanya bisa menunggu. Menunggu dan menunggu keajaiban datang kembali seperti dulu. Sesekali  bu Sum menatap jauh ke atas langit. Sementara pipinya masih basah air mata, bibirnya tetap komat kamit terus melambungkan doa tanpa jeda. Tidak perduli pagi, siang dan malam yang terus berganti. 

         Masih segar dalam ingatan bu Sum. Dia bersama Menik menemukan bayi kedinginan dalam keranjang pada pagi buta. Bayi merah yang cantik dengan bibir yang mulai membiru. Persis seperti boneka. Entah siapa ibu kandungnya. Sebesar apa masalahnya, hingga tega meninggalkan bayi secantik itu di kebun belakang ? Tapi kebalikan dengan Menik. Menik malah menyebut bayi itu sebagai berkah. Dia langsung jatuh cinta pada pandangan pertama saat melihat bayi itu. Menik sangat menyayangi, mengasihi dan melimpahkan sayang layaknya ibu pada bayi kandungnya sendiri. Tidak perduli bayi itu berbeda warna kulit dengan mereka.  Mungkin karena Menik anak tunggal, jadi merasa senang bila ada adik kecil baru untuk menemaninya dan melengkapi hidupnya. Dengan telaten Menik mengasuh. Bahkan Meniklah yang  mengajari mengeja kata untuk pertama kali, saat Sekar mulai bisa bicara. 

         Upacara Larung Sesaji sudah selesai kemarin. Pengunjung satu persatu sudah meninggalkan Sarangan. Sukacita dan bergembira tergambar pada wajah mereka kemarin. Mungkin hanya Menik yang tidak. Kali ini Upacara Larung Sesaji malah membuat dirinya  hancur tak bersisa.

         Kehancuran yang sama juga melanda mbak Danik.  Dosa masa lalu yang rapat-rapat disembunyikannya secara perlahan-lahan menguak. Dia sudah tidak sanggup membungkus rapat rahasianya lagi. Dia sudah tidak mampu menanggungnya. Sungguh-sungguh tidak kuat lagi !! Dosanya enam tahun yang lalu di Bali memang tidak terampunkan. Apakah dia menyesalinya, dia sendiri tidak tahu.  Dan dia tidak mau terlibat apa itu kebenaran atau apa itu kesalahan. Semua  boleh memandang dari sudut pandang mereka masing-masing. Lalu mengapa dia tidak boleh memandang dari sudut pandangnya sendiri?

         Yang dia tahu, dia hanya tidak mau mengalah ! Segala cara tak masuk akal, dia lakukan hanya untuk membuatnya bertahan pada sisi kebenaran versinya. Sudah kepalang basah berkubang dosa, apa harus menambah dosa dengan melenyapkan bayi yang tak berdosa ? Tidak ! Sekali lagi, tidak ! Semua dilakukannya demi cintanya yang tak kasat mata pada bayi kecil bermata hijau muda itu. Untuk itu dia harus tega meninggalkan bayinya di kebun belakang Bu Sum. Karena dia tahu hanya Bu Sum tetangga yang terbaik yang pernah dikenalnya. Bu Sum tidak egois seperti ibu kandungnya yang tanpa persetujuannya menikahkan dia dengan mas Joko secara sepihak, karena hutang yang tak terbayarkan. 

         Mbak Danik hanya ingin dekat dengan Sekar. Bisa melihatnya setiap hari. Cukup bisa melihat anak itu dari kejauhan saja, dia sudah bahagia. Dia juga tidak  pernah bermimpi untuk dimaafkan oleh Sekar, suatu saat kalau Sekar dewasa. Seorang ibu yang tidak pernah menyusui dan tak pernah menimang bayinya sendiri. Bahkan membuangnya ! Sudah tidak ada yang tersisa lagi sebuah nilai baik dari seorang ibu. Karena begitu besar dosa yang sudah dibuatnya bagi Sekar, anak kandungnya sendiri.

         Menik menatap pohon mangga di belakang pasar Sarangan dengan mata sembab. Mungkin ini tempat terakhir yang luput dari daftar pencariannya. Diatas pohon mangga !! Sebenarnya dia tidak mau dan tidak ingin percaya pada cerita Sekar beberapa hari yang lalu.. Tapi sekarang dia malah mendekati pohon mangga itu. Berharap cerita Sekar menjadi kenyataan. Jadi Menik mencoba mencari seekor tupai berekor panjang. Mungkinkah hewan itu ada di pohon mangga ini ? Dan seandainya ada, maukah tupai itu mengajaknya masuk ke dunia lain yang sering diceritakan Sekar ? Aaaah, apa pikirannya sudah gila sekarang ?!

         Mungkinkah Sekar ada disana? Di lapangan luas berumput hijau pendek. Penuh aneka bunga mekar yang harum.  Juga jamur berwarna warni. Jingga , kuning, hijau, merah.. Langit biru yang teduh. Dengan udara asing dan sejuk... 

       Ayunan dibawah pohon mangga yang biasa diduduki Sekar bergoyang lembut tertiup angin. Seolah juga mencari dan ingin bertanya, kemana anak kecil bermata hijau yang setiap hari bermain ayunan? Kemana anak cantik yang lebih sering bercerita sendirian dan tak ada lawan bicaranya itu? Oh, anak kecil cantik yang kesepian. Dimana kira-kira anak itu berada sekarang ?

         Sekar memejamkan mata. Sudut matanya basah, mengalir deras tak henti-henti. Diluar memang hanya tampak tetesan air mata bening biasa yang putus asa. Tetapi didalam.. hatinya meraung-raung gila memanggil nama adiknya. Kemana Sekar sebenarnya? Apa yang terjadi dengan Sekar? Apakah Sekar baik-baik saja? Karena Sekar benar-benar menghilang sejak kemarin, tepat bersamaan dengan upacara Larung Sesaji.

LidwinaODOP9 (42), 12 Okt 2021. Sekar dan Larung Sesaji (7)

          



      

    

         

  

         


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MASA LALU

GUNUNG BATU

TRAVELLING : Kampung Coklat yang Unik