CERBUNG : Sekar dan Larung Sesaji (6)


 CERBUNG : Sekar dan Larung Sesaji (6)

Baca cerita sebelumnya di 

   https://lidwinarohani.blogspot.com/2021/10/cerbung-sekar-dan-larung-sesaji-5_9.html    

      Hari ini pengunjung Sarangan membludak. Antusias pengunjung amat tinggi. Baik wisatawan lokal ataupun  panca negara. Acara ini biasa digelar pada bulan Ruwah, Jumat Pon menjelang datangnya bulan suci Ramadan. Mereka tak ragu mendatangi telaga Sarangan, demi melihat salah satu tradisi dan ritual di Indonesia yang penuh dengan nilai kearifan lokal. Kelihatan rombongan Larung Sesaji sudah bersiap-siap. Mereka berbaris rapi. Rombongan itu terdiri dari Pasukan Berkuda, Cucuk Lampah, bapak dan ibu lurah, pembawa tumpeng, Bonang Renteng, tumpeng warga Sarangan dan rombongan reog.

       Ketika arak-arakan Larung Sesaji akan dimulai, tidak sengaja  sudut mata Bu Sum menangkap sosok mbak Danik di seberang kiosnya. Sepertinya mbak Danik sedang menangis. Alis Bu Sum berkerut, heran. Dia mencoba mengingat-ingat lagi, mungkinkah dia melewatkan sesuatu ? Tapi... sepertinya mbak Danik tadi pagi baik-baik saja. Dulu mbak Danik kuliah di Bali. Setelah diwisuda, dia bekerja di Bali pula. Mbak Danik pulang kembali ke Sarangan ketika ibunya sakit dan meninggal. Tidak lama kemudian mbak Danik menikah. 

         Bu Sum hampir saja menyebrang jalan, hendak mendatangi kios. Ingin tahu keadaan mbak Danik. Tetapi langkahnya tertahan karena arak-arakan mulai berjalan melintasi jalan. Sekilas Bu Sum melihat seorang lelaki asing bertubuh tinggi  berbicara secara intens menghadap mbak Danik. Dan entah apa yang mereka bicarakan, tetapi mbak Menik terus menangis didepan lelaki asing itu. 

         Perasaan Bu Sum tiba-tiba mendadak gelisah.  Oh ya, kemana Menik membawa Sekar tadi ? Bu Sum baru sadar kalau Menik, Sekar, bu Min dan Tari sudah tidak ada disisinya. Ah, pasti Sekar mengajak mendekati rombongan reog. Karena Sekar sangat tertarik dengan reog.

         Sementara acara Larung Sesaji dilakukan dengan khidmat. Tujuan dari diadakan Larung Sesaji sendiri sebenarnya adalah ucapan syukur kepada Tuhan yang telah memberikan rejeki  melimpah, doa permohonan warga desa Sarangan agar hidup sejahtera, sekaligus doa  sebagai penolak bala. Dalam hal ini telaga Sarangan adalah berkah untuk warga Sarangan dan sekitarnya, yaitu  para pedagang makanan, kios baju, penyewaan hotel, penginapan, penyewaan kuda, penyewaan perahu boat. Bahkan air telaga Sarangan sangat bermanfaat sebagai irigasi. 

         Setelah melalui acara ritual doa terlebih dahulu, tumpeng Gono Bahu setinggi 2,5 meter itu diarak, kemudian dibawa dengan kapal boat, lalu dilarungkan di tengah-tengah telaga Sarangan.

         Nilai kearifan lokal di desa Sarangan ini sejak dulu dipegang teguh oleh penduduk, karena sejatinya didalam upacara Larung Sesaji  terkandung nilai-nilai penting. Misalnya  nilai religi, nilai kekerabatan, nilai keindahan dan nilai kerendahan hati.

           Sementara  pengunjung semakin  berdesakan ke tepi telaga. Berusaha  menonton upacara Larung Sesaji sedekat mungkin. Seakan tidak mau melepas momen berharga itu. Tangan Bu Sum tiba-tiba diguncang keras. “Sekar menghilang lagi Bu,”

         Jantung bu Sum seakan berhenti berdetak. Matanya membelalak sambil meremas lengan Menik dengan tangan gemetar. Ada ketakutan yang dalam terpantul disana. Bibirnya bergetar hebat, sampai tidak tahu harus berkata apa. “Maafkan Menik, bu...,” tangis Menik semakin menjadi. Dia menyeret tangan ibunya menjauhi kerumunan. Berdua mereka menangis lalu mencoba  berpencar mencari Sekar.   

         Menik sendiri tidak mengerti. Mengapa Sekar bisa lolos dari pandangan mata dan genggaman tangannya. Keramaian acara langka ini memang mempunyai daya tarik tersendiri. Menghipnotis, seolah berkekuatan melonggarkan sejenak kewaspadaan.

         “Sekar dimana, Tari ? Bukankah kalian tadi pergi bersama-sama ?” Tari hanya menggeleng lesu mendapat pertanyaan dari semua orang. Dia memang pergi dan bergandengan dengan Sekar saat menonton reog. Mbak Menik dan ibunya bahkan ada dibelakang mereka. Tapi dia sendiri bingung karena tiba-tiba Sekar tidak berada disisinya.  Tari sendiri asyik melihat reog, sehingga tidak memperhatikan Sekar. Sekarang pandangan matanya justru mengarah ke tengah danau. Pikirannya melayang pada cerita mbak Menik tentang Kyai Pasir dan Nyai Pasir. 

         Menik yang melihat arah pandangan mata Tari, menggeleng-gelengkan kepalanya kuat-kuat. Tidak. Tidak. Tidak. Tidak mungkin cerita mitos itu nyata ! Bu Sum pun tak kalah panik. Dia bahkan sudah ke rumah pak Jarwo untuk menetralkan penglihatan Sekar yang mulai bisa melihat alam lain.

           Tapi disisi lain.. Ini adalah suatu perasaan yang luar biasa bagi Sekar seumur hidupnya. Sebagai kanak-kanak dia sulit menjelaskan. Sulit melukiskan. Udara yang terhirup seperti bukan udara biasa. Dia merasa seperti berada di dunia lain. Seharusnya dia cemas karena semua ini asing baginya. Tetapi entahlah, dia sendiri juga tak bisa memahami perasaannya kali ini. Kalau dipikir-pikir, mengapa juga dia mau digandeng begitu saja dengan seorang yang tak dikenalnya? Mengapa batinnya seolah terikat ? Mengapa dia diam saja menerima pelukan orang asing ini ? Bahkan Sekar perlahan meletakkan kepalanya di bahu orang asing itu. Tanpa ragu.

LidwinaODOP9 (41), 11 Oktober 2021, Sekar dan Larung Sesaji 6



         

           

         

         

          

         


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MASA LALU

GUNUNG BATU

TRAVELLING : Kampung Coklat yang Unik