Belajar Menjadi Bijak


 Belajar Menjadi Bijak


       Sumpek dengan aura kesedihan di dalam rumah, akhirnya aku keluar malam-malam. Menghirup sejenak udara malam di kota Madiun. Angin malam segera menerpa wajah. Agak dingin. Tapi biarlah. Sekali-kali kubiarkan menggigil tak mengapa.

         Tidak ada niat mampir ke warung nasi pecel pinggir jalan langgananku. Setelah kepergian bapak, selera nafsu seolah-olah menghilang. Untung masih ada asisten rumah tangga yang setia. Makanan apapun yang disajikan oleh asisten rumah tangga, kami telan tanpa komentar. Sekedar pengganjal perut agar tidak sakit itu sudah cukup.

         Sudah pukul sembilan malam. Tak sengaja sudut mataku menangkap kerlip lampu temaram di sudut jalan Wuni. “Mau mampir kesitu nggak ?” ajak suami. Aku menajamkan mata, mencoba mencari sosok lelaki yang sudah kukenal lama, pemilik cafe itu.  Tanpa menunggu jawabanku,  suami langsung segera menepikan sepeda motor, dan parkir.

          Oh, itu dia ! Temanku ternyata ada. Dia segera meninggalkan tamunya begitu melihat kami datang. Mengucap bela sungkawa dan mengajak kami duduk. Aku memilih kursi yang  diluar saja. Belum ingin berpisah dengan dinginnya angin malam.

         Pilihanku duduk di luar cafe karena aku juga tahu, kebiasaan lama teman masa kecilku. Merokok. Mataku membulat ketika dia langsung mengeluarkan bungkus rokoknya. Dia terkekeh, kelihatan  senang kalau aku mengomel. Mungkin omelanku seperti lagu pengantar tidur baginya. Tidak begitu penting untuk dibahas, tapi tetap membuat nyaman. Perhatian kecil dari teman masa kecil. “ Aku merokok tidak seperti dulu lagi... Sudah aku kurangi banyak,” katanya menghibur. Atau mungkin juga sekedar bersiap-siap menurunkan level omelanku. Hahahaa..

         Lalu datanglah seorang pemuda tinggi dan bersih. Berkaos hitam dan sopan mengulurkan daftar menu. Karena kami hanya berniat mencari udara malam, kami menolak. Tetapi tetap saja temanku minta tiga gelas teh manis panas, mencoba menahan kami agar tidak cepat-cepat pergi. 

         “Kok beda lagi anakmu ? Mana anakmu yang gendut dulu ?” tanyaku. Aku masih ingat terakhir kali mampir beberapa bulan yang lalu, penyajinya berpostur tubuh agak gendut. “Ada di dalam. Yang ini kiriman baru. Kalau pagi kuliah, malam kerja di cafe. Sering tidur disini juga, tidak mau pulang” Aku langsung tahu apa yang dibicarakan temanku, lalu berbisik,”Masalahnya apa sampai kau tangani ?” Temanku kembali terkekeh. Memandangku lurus dengan sesekali mengepulkan asap rokok. “Njlimet masalahnya. Tapi entahlah, mengapa anak itu menaruh rasa percaya padaku.”

         Aku selalu senang mampir ke cafe temanku yang satu ini. Selalu ada cerita diluar pengetahuanku. Selalu ada pelajaran hidup yang bisa kupetik darinya. Salah satu yang aku tahu, dia suka dan rela menolong anak-anak broken home. Bahkan ada anak yang ditampung tidur dan makan dirumahnya gratis. Diajak diskusi dan mencari solusi masalah mereka. Kalau dirasa sudah bisa merangkul anak tersebut dengan kasih sayangnya, membuka pikiran/ wawasan lebih dewasa, temanku akan melepas mereka satu persatu. Menerjunkan mereka langsung bersinggungan dengan masalah mereka dan sekaligus  mendampinginya.

         Tidak semua anak-anak itu dari keluarga minim ekonomi. Banyak juga dari keluarga yang mampu/ kaya. Tak jarang komunikasi menjadi alot diantara anak dan orang tua karena sesuatu hal yang sensitif. Temankulah yang menjadi jembatan. Tanpa dibayar. 

         Aku melihat temanku sangat menikmati hidupnya. Menolong dan menolong, tanpa memikirkan apa-apa. Dia rela dan ikhlas melakukan semua itu. Sungguh dia manusia langka yang masih ada di bumi ini. Aku bangga punya teman seperti dia. “Sudah malam, aku pulang, awas kalau kamu merokok banyak !” Temanku terkekeh lagi mendengar ucapan bawelku. “Nanti aku datang lagi, ceritamu masih banyak kan ?” Temanku mengangguk, “Siaaaaaap...” 

Lidwina

https://lidwinarohani.blogspot.com/2021/10/belajar-menjadi-bijak_18.html

Cikarang, 18 Okt 2021

        


         


  

          

        


        


         

         

         

          

         


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MASA LALU

GUNUNG BATU

TRAVELLING : Kampung Coklat yang Unik