Belajar Menjadi Bijak

          Belajar Menjadi Bijak


          Setiap sarapan soto daging langganan di pasar Kawak, aku selalu tidak pernah absen beli jajanan pasar tradisional. Lopis, petulo, bikang, pastel telur, kue ku, semar mendem. Harga jajanan pasar tersebut  termasuk murah. Bahkan nasi jagung lengkap dengan bothok dan gereh pun ada ! Hm, bisa khilaf rasanya kalau berlama-lama di pasar Kawak.

         Tetapi diam-diam aku juga suka memperhatikan seorang embah (nenek) yang juga berjualan, di sebelah penjual jajan pasar tersebut. Entah mengapa aku suka saja melihat embah kurus itu. Bertahun-tahun lamanya aku sudah memperhatikan gerak gerik dan dagangannya.

         Hal pertama yang menyangkut di pikiranku adalah, kemana saja semua anak-anak embah itu. Mengapa mereka anak-anaknya mengijinkan embah tersebut berjualan ? Apakah tidak seharusnya embah tersebut menikmati masa tua nya di rumah saja ? Apakah belum cukup baginya untuk terus bekerja agar tetap bertahan hidup ? Hatiku selalu berontak tidak terima. Ah, aku tak habis pikir. 

         Dan entah mengapa, kalau melihatku, mata embah itu seakan-akan bersinar senang ? Bahkan dia biasanya langsung berdiri dan menepuk-nepuk telurnya. Ya, embah itu menjual telur kampung. Hei, apakah itu hanya perasaanku saja kalau embah itu  mengingat wajahku? Buktinya, dia langsung memilihkan telur kampung yang kecil-kecil untukku. Rupanya dia ingat kalau aku lebih suka membeli telur ayam kampung yang berukuran kecil daripada yg berukuran besar !

          Embah itu dengan sigap memasukkan dua plastik telur sekaligus ke dalam tas kresek. Wow ! Dia juga ingat lho jika aku selalu membeli dua plastik telur kampung sekaligus. Satu plastik berisi sepuluh telur ayam kampung. Satu telur ayam kampung dihargai dua ribu rupiah saja. Cukup murah bukan?

         Baiklah. Masak aku hanya membeli jajan pasar? Meskipun tadi pagi ibu mertuaku sudah membelikanku telur ayam kampung, tapi aku tak kuasa menolak tatapan embah itu. Eh, bahkan aku diberi bonus satu telur ayam kampung sama embah !

          Untuk menetralkan perasaanku yang kacau, aku mencoba mengajaknya bercanda. Dan minta ijin mengambil fotonya. Aku tahu embah itu juga senang, meskipun tersipu malu di balik maskernya. Sementara suamiku yang dari tadi sudah selesai makan soto daging, hanya bisa  cengengesan dan menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah lakuku. Huh !!

https://lidwinarohani.blogspot.com/2021/10/belajar-menjadi-bijak_16.html

Lidwina

Madiun, 9 Okt 2021

         


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MASA LALU

GUNUNG BATU

TRAVELLING : Kampung Coklat yang Unik