KUE BOLU


 Penulis : Lidwina Ro

 Aku bernafas lega saat mendengar pintu terbuka. Akhirnya Lilia sahabatku membuka pintu juga setelah setengah jam lebih aku mengetuk pintu rumahnya dan menunggu. Buru-buru aku bangkit dari bangku teras, lalu menghampiri Lilia.

  Mendapati sepasang mata yang bersinar ceria itu membuat hatiku menghangat. Terus terang, aku jarang melihat mata indah Lilia begitu bersemangat akhir-akhir ini.

   “Yuk, masuk, Lin. Bolu kukus zebra sudah jadi.”

   Senyumku yang baru saja mengembang, seketika layu dan meredup. Bolu kukus zebra itu ... adalah makanan favorit Bima. Hati ini seperti terbanting keras. Perih. Dengan sedih aku menggandeng Lilia masuk ke dalam rumahnya.

   “Aku menunggu lama di depan, tahu! Aku kira kau mandi, siap-siap mau kuliah. Ternyata malah bikin bolu,” sungutku pura-pura kesal. Lilia mengikik senang melihatku sewot. 

   “Jadi kau belum mandi? Bolos kuliah lagi hari ini?” tanyaku sambil menatap baju tidur Lilia yang penuh noda tepung terigu.

   “Aku ada janji, Alin.”

   “Dengan siapa?”

   “Dengan Bima. Kau lupa? Dia janji mengajakku pergi ke puncak. Aku sudah siapkan bolu kesukaannya.”

   “Lilia ... kita kuliah saja dulu. Kau sudah lama membolos.”

“Aku menunggu Bima dulu, Alin. Bagaimana kalau nanti Bima datang?”

   Aku menatap Lilia dengan putus asa. Hatiku perih dan pilu. Mau sampai kapan Lilia berhenti mengharapkan kedatangan Bima, sedangkan Bima sudah dua Minggu lebih tidur damai di Pemakaman San Diego Hills? Kecelakaan maut di jalan tol telah merenggut nyawa Bima saat dalam perjalanan menuju rumah Lilia, yang awalnya berniat mengajak sahabatku jalan-jalan ke Puncak.

   Ah, ternyata Lilia masih menolak kenyataan bahwa Bima sebenarnya sudah tiada. Lilia bahkan masih membuat bolu kukus untuk Bima. Aku harus tetap yakin kalau ingatan Lilia suatu hari akan pulih. Aku hanya harus lebih sabar mendampingi, memberikan semangat dan berdoa agar obat dari dokter segera membantu membuatnya segera sehat. Aku hanya ingin agar Lilia cepat sembuh.

   “Lihat, Lin. Bolu kukus zebra buatanku. Ayo, cicipi dulu.”

   Aku mencoba tersenyum, menatap sahabatku yang dengan cekatan memotong-motong bolu menjadi enam belas bagian. Bolu buatan Lilia tampak cantik. Goresan belang coklatnya berbaur dengan bolu dasar, sangat kontras menyerupai belang zebra.

   “Ayo, katakan, Lin. Enak enggak?” Lilia menyodorkan seiris bolu dengan antusias.

    Aku pun mengunyah cepat dengan berlinangan air mata.


Ckr, 070622



Komentar

Postingan populer dari blog ini

MASA LALU

GUNUNG BATU

TRAVELLING : Kampung Coklat yang Unik