Kabut Hati (1)

 Penulis : Lidwina Ro


   Siapa saja orangnya, pasti memandang dua kali bila baru bertemu dengan Karin. Gadis itu tidak hanya cantik, tetapi juga supel dan humoris. Tidak heran kalau teman-temannya banyak, dan suasana selalu menjadi ceria bila ada Karin di sana. 

    Sambil mengelap meja bekas makan Karin dan teman-teman sekelasnya, Lindri tetap menatap punggung Karin yang sudah pergi dari kantin. Samar-samar masih terdengar canda tawa dan gosip mereka tentang anak baru bernama Leon di kelas dua belas A. 

    Hm, Leon. Siapa yang tidak tahu Leon? Pemuda berandal, cuek, sedikit kasar tapi tampan, pintar dan bermata elang itu? Semua murid perempuan di sekolah ini pasti sudah tahu Leon, dan pasti banyak yang menyukainya. Bahkan berlomba-lomba untuk menjadi teman dekatnya. Lalu, siapa kira-kira yang pantas mendapatkan perhatian Leon selain Karin? Lindri diam-diam tersenyum pahit. Sepertinya tidak ada gadis lain yang sesempurna Karin. Memangnya siapa juga gadis di sekolah ini yang mampu bersaing melawan kecantikan Karin? Ah, sudahlah. Buat apa dirinya memikirkan Leon terlalu dalam? Ingat siapa kamu, Lin. Ingat! Jangan terlalu muluk-muluk bermimpi, apalagi ingin ikut-ikutan menarik perhatian Leon. Hardik hati kecil Lindri yang mulai berkabut. 

    Sebenarnya meja yang baru saja digunakan Karin, tidak terlalu kotor, tetapi Lindri tetap saja mengelap meja itu supaya kering dan bersih sambil menumpuk mangkok bakso yang sudah ludes isinya.

    “Hei, Ndri!”

Lindri memutar kepala, mengedarkan mata, mencari sumber suara yang baru saja didengarnya.

    Eh! Lho, kenapa Leon sudah duduk manis di sudut kantin? Kapan dia masuk ke dalam kantin, ya? Mengapa Lindri tidak tahu?

    Bergegas Lindri menghampiri Leon sambil tersenyum dengan susah payah pada pemuda yang  memiliki mata hitam dan sangat tajam itu. Dia berusaha tenang menghadapi sepasang mata elang Leon. 

   “Mau pesan apa? Soto atau bakso?” tanya Lindri sambil berusaha bersikap biasa dan sesopan mungkin. Meskipun Lindri jarang sekali berbicara dengan Leon di kelas, tetapi di sini, di kantin, Lindri harus berinisiatif mengajak bicara pemuda itu. Tentu saja karena Lindri anak penjaga kantin sekolah.  Dengan semua pelanggan, seorang pelayan harus bersikap ramah.

    “Nasi soto dan teh panas. Tidak pakai lama.”

(Bersambung)

Ckr, 020622



Komentar

Postingan populer dari blog ini

MASA LALU

GUNUNG BATU

TRAVELLING : Kampung Coklat yang Unik