TIDAK SENDIRIAN
Tidak Sendirian
Tidak pakai lama, begitu bel sekolah berdering, aku segera memasukkan buku dan alat tulis ke dalam tas punggung. Setelah Bu Mariana, guru Farmakognosi meninggalkan kelas, suasana kelas kembali riuh oleh celoteh teman-teman.
Beberapa ada yang bergegas pulang. Ada yang masih bertahan duduk dan melanjutkan obrolan. Ada juga yang ngacir ke kantin karena jam mata pelajaran di sekolah farmasi ini, relatif lebih panjang dibandingkan dengan sekolah menengah biasa. Tidak heran kalau perlu refreshing ke kantin Bu Juwik.
“Jadi nonton bioskop, nggak?” Yuni mencolek lenganku, sambil sengaja menaik turunkan alis.
Aku tersenyum geli melihat ekspresi wajah kocaknya. Yuni adalah salah satu teman dekatku. Tomboi dan santai. Kadang-kadang aku ingin sekali seperti dia. Bisa tertawa ngakak bebas, punya nyali sesekali bolos sekolah, dan sesekali nonton konser rock di stadion. Sepertinya semua yang dilakukan Yuni itu menyenangkan.
“Bokek, Yun. Kapan-kapan saja. Lagian besok ada ulangan Sinonim. Memangnya mudah apa menghafal Sinonim dalam semalam? Ayo, pulang,” tolakku sambil angkat kaki dari kelas. Yuni mengikutiku sambil cengengesan.
“Halah, aku juga bokek. Sama. Tapi hari biasa, bioskop lebih murah, loh. Ngomong-ngomong, apa iya kamu belum mencicil baca Sinonim, Lik?”
“Sudah dong, juragan. Tapi belum sepenuhnya hafal. Aku harus ulang beberapa kali lagi, biar besok siap,” jawabku mantab. Aku memang tidak terbiasa belajar SKS. Sistem Kebut Semalam. Aku lebih nyaman dan tenang belajar dengan mencicil.
Yuni tergelak senang, mengacungkan dua jempol sambil menepuk bahuku.
“Kalau begitu aman. Jangan pelit. Besok aku kasih contekan, ya?”
Nah, kan! Ada maunya.
Belum juga aku mengomel pada kebiasaan buruknya yang malas menghafal, namaku seperti ada yang memanggil. Aku menoleh, segera mencari sumber suara.
“Lik! Ayok pulang sama-sama!”
Ah, Eni Pus. Teman satu perumahan di jalan Welirang. Teman satu angkot. Aku segera melambai, tanda setuju, dan menghampirinya yang sudah menunggu di depan gerbang sekolah. Rupanya dia menantiku sambil mengobrol bersama Iskanah.
Beramai-ramai bersama teman yang lain, aku berjalan dari sekolah mengarah ke jalan besar.
Aku, Eni Pus, Febe, dan Yuni segera menyusul teman yang sudah duluan berjalan di depan.
Di belakangku masih ada Eni Yulia, Ambar, Tutik, Yudi dan masih banyak lagi.
Berjalan santai dengan gerombolan masing-masing. Bersenda gurau melepas penat akan padatnya seharian pelajaran di sekolah.
Mungkin hanya ini yang aku miliki sekarang. Kebersamaan. Aku merasa tidak sendirian.
Seperti aku, banyak teman dari luar kota, yang berjuang untuk lulus di akhir tahun nanti. Begitu banyak harapan dan mimpi yang melambung tinggi pada setiap pikiran. Terkadang perlu sedikit keras untuk meyakinkan diri, bahwa tidak perlu takut menghadapi hari esok. Tetap berjalan, sambil awasi palang petunjuk jalan di setiap kaki melangkah.
Palang petunjuk jalan menyuruh belajar, ya, belajar. Tidak boleh senewen.
Palang petunjuk jalan menyuruh piknik, ya, sana ... nonton bioskop atau nge bon sepiring rawon di kantinnya Bu Juwik. Yang nge bon juga banyak. Di jamin tidak sendirian.
lidwina_ro, Cikarang 050222
Komentar
Posting Komentar