MENGUBAH NASIB


   Oleh : Lidwina Ro


   Benarkah kita bisa mengubah nasib? Pertanyaan ini menarik karena pasti akan ada jawaban yang bermacam-macam. 

   Ketika saya masih duduk di SD, di ujung jalan menuju ke arah alun-alun di pusat kota, ada seorang nenek penjual tepo tahu telur atau lontong tahu telur yang sangat enak. Rumah yang ruang tamunya dijadikan warung itu tidak berukuran besar. Karena keterbatasan tempat, mereka lalu sengaja menggoreng tahu dan mengulek bumbu di depan teras rumah. Hal itu juga mengakibatkan mudah menarik perhatian orang yang melewati jalan itu, sehingga mampir dan membeli. Saya masih ingat betapa lama saya dan ibu mengantre untuk membeli tepo tahu telur  tersebut. 

   Cara menggoreng tahunya juga sangat tradisional sekali, yaitu dengan menggunakan arang, agar cita rasanya lebih khas. Salah seorang anaknya selalu membantu memutar suatu alat di bawah wajan ketika sedang menggoreng tahu, sehingga  tidak repot mengipasi arangnya. Kegiatan memutar alat itu sangat menarik perhatian untuk anak seusia saya pada waktu itu. Ada suara tertentu yang keluar dari alat itu disusul dengan percikan api dari bara arang, sehingga saya jadi tidak terlalu bosan dalam menunggu antrean.

   Setelah saya SMP, setiap hari saya melewati warung penjual tepo tahu telur itu karena kebetulan jalan itu adalah jalur terdekat untuk menuju sekolah saya. Sesekali saya masih membeli tepo tahu telur nenek itu di waktu malam, karena warung mereka hanya buka pada waktu sore hingga malam hari.

 ***

   Waktu terus berputar, saya pun berkelana ke segala tempat. Melanjutkan sekolah di Malang, bekerja di Surabaya juga sempat bekerja di Cibinong, lalu menikah dan tinggal di Jakarta. Akhirnya saya menetap bersama keluarga di Bekasi. 

   Ketika suatu saat ada kesempatan, saya iseng mencoba berjalan-jalan kembali ke alun-alun di masa kecil. Dan apa yang terjadi? Warung tepo tahu telur itu tetap ada! Wah, amazing sekali! Sudah puluhan tahun lamanya saya berkeliaran ke mana-mana tak tentu rimba, tetapi warung itu ternyata masih buka, di tempat yang sama. Tidak memperluas bangunan yang ada. Masih berlantai satu. Juga masih ramai pembeli. Dan pembeli yang berniat makan di tempat, masih di sediakan meja kursi kayu sederhana seperti dulu itu. 

   Bahkan ketika aku sudah mempunyai anak yang mulai besar, warung itu masih menjual satu macam makanan andalan saja! Tidak menambah menu makanan lain. Benar-benar masih menu yang sama.

(Bersambung)


Cikarang, 1 Maret 2022


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MASA LALU

GUNUNG BATU

TRAVELLING : Kampung Coklat yang Unik