CINTA SEMU (7)


 CINTA SEMU (7)

Oleh : Lidwina Ro


    Setelah menahan dua jam lebih, akhirnya Amel tidak bisa menahan lebih lama lagi. Sudah terlalu lama kepala dan pikirannya berat memikir, menerka, dan merangkai dugaan. Tapi semua seolah-olah berputar seperti gasing, dan Amel tak menemukan jawaban. Semua buntu. Ya ampun, ada cerita apa sebenarnya di balik cincin mawar batu biru ini? Mengapa Rey malah memberi cincin ini padanya? Apakah di toko tidak ada cincin pertunangan yang lain?

    Amel menghela nafas, melirik pada Rey lagi yang masih saja mengobrol. Entah sampai kapan para lelaki itu berhenti tertawa-tawa dan pulang? Amel bosan menunggu semua tamu itu pulang. Amel juga bosan pura-pura tersenyum bahagia di depan semua orang. Dia muak dan ingin segera pulang. Membenamkan seluruh kepala pada bantal dan ingin berteriak sekencang-kencangnya melepas penat dan sakit!

    Dengan malas Amel mencoba menelan puding cokelat dengan garpu kecil. Meskipun sedikit lapar, tapi Amel sama sekali tidak berselera makan. Pikirannya terus berputar dan menerka, apa yang akan dilakukannya setelah pertunangan ini? Apakah selanjutnya ... mereka akan merencanakan sebuah pernikahan? Tidak, tidak! Amel tidak kuat lagi! Rasanya kepala Amel ingin meledak dan ... 

    “Capek?”

Amel menoleh kaget, suara Rey membuyarkan semua lamunannya. Tak sadar Amel memegang lengan lelaki itu dan menarik Rey untuk duduk, seolah tidak ingin Rey pergi kembali menemui para tamu.

    “Sudah sebegitu kangen sama aku?” Rey terkekeh jahil melihat eratnya Amel menahannya untuk duduk.

    “A-aku hanya ingin tanya. Ada apa ini Rey? Cincin ini ....”

    Rey mengelus pucuk kepala Amel sekilas. Kalau saja mereka tidak berada di dalam rumah Rey, Amel pasti sudah menepis tangan itu.

    “Kenapa? Kau tidak suka sama model cincinnya? Tapi tampaknya bagus di jarimu, Mel.” 

    Ops! Semua wanita waras di dunia ini pasti suka akan kecantikan cincin berhiaskan mawar dari batu biru ini! Tapi masalahnya adalah ...

   “Mengapa jadi aku yang memakai cincin ini, Rey?” bisik Amel sambil menahan  kesal. 

    Rey terdiam sesaat, membalas tatapan tak senang Amel tanpa berkata apa-apa. Mencoba menyimak keinginan Amel dengan tenang. Ketika menyadari mata tajam Amel tak kunjung melembut, Rey lalu meraih jemari Amel dan  menggenggam jemari lembut kurus yang mulai dingin dan sedikit bergetar menahan emosi itu.

    “Menurutmu, siapa yang pantas memakai cincin ini?”

    “Jangan pura-pura Rey. Kau tahu siapa yang pantas,” dengus Amel kesal.

    “Siapa?” desah Rey tetap sabar.

     “Aku tidak tahu. Kau yang lebih tahu, Rey!”

     “Apa kau sedang menuduhku selingkuh, Mel?” Rey menahan tawa sambil mencubit hidung Amel.

    “Rey! Tidak lucu!”

    “Kau yang lucu, Mel. Menuduhku tanpa bukti, dan marah-marah di hari penting seperti ini. Lebih mesra sedikit bisa, kan?” Rey seperti kelihatan sedang menggoda. Seandainya Amel tahu, Rey sebenarnya hanya ingin mencairkan suasana hati Amel yang sedang tegang.

    “Hentikan, Rey! Aku serius bertanya.” 

    Rey mengangkat kedua tangannya tanda menyerah, sambil tetap tersenyum.

    “Baiklah, baik. Apa yang membuatmu tak senang?”

    “Bukankah cincin ini untuk kekasihmu?”

    Rey melirik cincin di jari Amel, lalu menatap lama gadis yang masih menuntut penjelasan itu. Lalu Rey menarik nafas dalam-dalam dan mengangguk.

    “Lalu mengapa kau malah memberikannya padaku? Apa maksudmu memberi cincin kekasihmu padaku?” 

    Rey tiba-tiba tertawa gelak. Dia mencubit hidung Amel tanpa ampun. Gadis itu menepis tangan Rey yang jahil dengan sengit. Tapi gagal karena Rey sengaja mempererat cubitannya. Amel pun menjadi sulit bernafas. Beberapa teman Rey yang melihat tingkah mereka ikut tersenyum-senyum.

     “Lepas Rey!”

     “Sakit tidak? Itu hukuman bagi gadis bodoh seperti kamu.”

    Rey melepas cubitannya. Hidung Amel seketika tampak merah sekali. Tapi untuk membalas ulah Rey dengan menendang kaki Rey, Amel tidak punya nyali. Masih banyak tamu di sini. Rey benar-benar keterlaluan dan tak tahu sopan!

    “Jangan ulangi pertanyaan bodoh seperti itu lagi, Mel. Mengerti?”

    “Tapi benar, kan, cincin ini untuk kekasihmu? Bukan aku!” desis Amel kesal sambil mengusap-usap hidungnya yang agak sakit. 

    “Lalu kau pikir siapa kekasihku itu, Mel?”

Amel menatap tajam. Semakin kesal pada jawaban Rey yang terus berputar-putar tak jelas.  Rey tiba-tiba mendekat, mengangkat dagu Amel tinggi-tinggi, lalu menahannya sampai Amel benar-benar menatap lurus  ke arahnya. Amel menjadi kelabakan karena tak bisa melawan tenaga Rey.

    “Si-siapa?” tanya Amel mulai gentar pada tatapan dalam Rey.

    “Siapa lagi kalau bukan kamu, Mel.”

    Seketika Amel terkesiap.


(bersambung)

Cikarang, 130222


    


 

    



    






    


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MASA LALU

GUNUNG BATU

TRAVELLING : Kampung Coklat yang Unik