CINTA SEMU (5)


 CINTA SEMU (5)

Oleh : Lidwina Ro


     Semakin dekat hari pertunangan, semakin gelisah Amel mempersiapkan hati. Seperti akan melakukan sebuah perjalanan panjang, kali ini perjalanan tanpa membawa koper dan bekal. Seperti ada yang salah. Seperti ada sesuatu yang ganjil, sesuatu yang ... mungkin Amel lewatkan. Tapi apa?

    “Ada apa? Bicara.” Rey menyentuh ujung bahu Amel saat gadis itu menatap ke arah samping jendela mobil tanpa kata. Ada Febian yang masih mematung berdiri di sana.

    “Aku membuat pacarmu kesal karena menjemputmu setiap hari, ya?” Rey menyeringai kecil. Sekilas ada rasa puas dan tawa dalam mata lelaki itu saat menatap Amel yang mulai jengkel.

    Febian memang sedang mendekatinya. Tidak tahu apakah kalimat Rey itu lucu atau kasar, tetapi Febian sama sekali bukan pacarnya!

    “Mengapa kau repot-repot menjemputku, Rey?”

    “Siapa bilang aku repot? Kau mau makan apa siang ini?”

    Amel menatap Rey putus asa. Setiap hari lelaki ini benar-benar membuatnya tidak bisa bernafas. Rey setiap hari menjemput kuliah, dan masih sering mengajaknya keluar rumah sore hari, atau tiba-tiba muncul di malam hari. Rey seperti memperlakukan dirinya seperti seorang tahanan. 

    “Apa kau tidak capek?”

Masih konsentrasi pada setir mobil dan jalan di depan, Rey tergelak mendengar pertanyaan Amel. 

    “Mengapa harus capek menemanimu?” sahut Rey setelah tawanya reda.

    “Rey, a-apa kamu tidak punya seseorang yang kau sayangi? Ayolah Rey, kau pasti punya.”

    Rey kembali tergelak. Tangannya bahkan beberapa detik mengelus kepala Amel dengan singkat.

    “Ya, aku punya. So what?”

    Amel tersenyum dalam hati. Mencoba mencari celah, agar rencana pertunangan konyol mereka dibatalkan.

    “Dan kau tidak akan mempertahankan gadismu, begitu? Kau akan menghancurkan hatinya kalau meneruskan pertunangan ini, Rey.”

    “Maksudmu, aku harus mengecewakan mamaku, dan ibumu begitu, Mel?”

   Amel terkejut mendapat jawaban setelak itu. Lama Amel memandangi Rey yang sedang fokus menyetir dengan pikiran kacau. Mencoba meraba lebih jauh apa yang ada di balik pikiran Rey. Benarkah Rey sungguh-sungguh tidak ingin memperjuangkan gadis yang disayanginya itu? 

    “Hubungan ini tidak akan berhasil kalau hanya dengan alasan itu, Rey ....”

    “Kalau begitu, kita harus lebih keras lagi berusaha untuk berhasil,” sahut Rey kalem. Jawaban yang kembali mengacaukan pikiran Amel.

    “Kau bisa meninggalkan gadismu begitu saja?”

    “Aku tidak akan meninggalkannya. Dia selalu ada di sini, dan di sini ....”

  Rey mengarahkan telunjuk kirinya pada kening dan dadanya.

    “Bukankah kau juga seperti aku, Mel? Kau juga masih menyimpan Reza seperti itu walaupun dia sudah lama meninggalkanmu.”

    “Kau ... kau,” desis Amel menahan jengkel yang luar biasa. Tapi gadis itu tak sanggup mengeluarkan kalimat lagi, karena apa yang dikatakan Rey benar.

  ***

    Tante Dewinta memeluk erat Amel dengan senyum yang lebar. Berkali-kali wanita paruh baya itu menepuk-nepuk punggung Amel dengan sayang. Tepukan hangatnya masih sama dengan tepukan hangat pada waktu Amel masih kanak-kanak.

    “Sehat, Tante?” Amel mencium pipi Tante Dewinta.

    “ Tante sehat kalau kau mau sering-sering menemani Tante begini.”

    Sebuah dering berbunyi, sehingga Tante Dewinta harus menjawab ponsel pentingnya.

     “Eh, Mel, mau ambil ponselmu yang tertinggal di mobil Rey kemarin, kan? Cari sendiri di kamar Rey, ya.”

    Ke kamar Rey? Langkah Amel tiba-tiba terasa berat. Dengan ragu dia menatap Tante Dewinta.

    “Rey tidak ada, Mel. Tadi pagi buru-buru ke Bali lagi ada pekerjaan penting. Ambillah ponselmu di meja kamar Rey.”

    Amel tersenyum lega dan mengangguk.

  ***

   Kamar tidur ukuran besar yang cukup mewah dan rapi. Tidak banyak barang di sana. Dengan sekali edaran mata, Amel langsung tahu keberadaan ponsel yang dia cari.

    Entah mengapa kemarin begitu teledor sehingga ponsel pun ketinggalan. Untunglah Amel memasang password. Sudah pasti Rey tidak bisa membuka.

   Ketika Amel meraih ponsel, dia melihat sebuah kotak kecil beludru biru yang anggun dengan hiasan pita emas. Amel menoleh ke arah pintu. Ah, sepi.

    Hati Amel tergoda untuk membukanya. Pasti cincin untuk kekasih Rey. Hm, seperti apa kira-kira cincin yang dipilihkan Rey untuk gadisnya? 

    Sekali lagi Amel menengok ke arah pintu kamar. Ketika masih tidak ada siapa-siapa, dalam sekejap Amel sudah lancang membuka kotak itu.

    Cincin emas dengan batu gemerlap biru berbentuk mawar kecil. Wah cantiknya! 

 ( Bersambung )


Cikarang, 110222





    

    

    


Komentar

Postingan populer dari blog ini

GUNUNG BATU

BLENDER AJAIB

KUE BOLU