PIJAT ALA SUSI

 PIJAT ALA SUSI


      Perjalanan Jakarta – Madiun lewat tol kira kira memakan waktu 6 jam kemarin. Wah, cepat juga kan? Beruntung sekali bisa menikmati jalan tol baru di era pemerintahan sekarang. Atau karena sopirku yang handal mengemudi bak  Michael Schumacher ? Hahahaa.. Tidak seperti dulu, lewat jalan pantura, bisa menempuh kurang lebih tiga belas jam untuk sampai ke Madiun. Aduh, bayangkan... Betapa perjalanan yang begitu melelahkan sekaligus menjemukan.

            Jalanan tidak terlalu padat seperti biasa. Mungkin karena bukan weekend . Atau bisa saja mungkin karena masih pemberlakuan PPKM.  Meskipun badan tidak terlalu capek, karena hanya butuh  enam jam untuk sampai ke Madiun, selain warung nasi pecel yang menjadi tujuan utama, ke panti pijat adalah hal yang menjadi menu wajibku.

       Eh, tapi tunggu dulu. Panti pijat pilihanku ini bukan tempat semacam spa atau  salon kecantikan ya. Maaf seribu maaf, pembaca yang budiman harus kecewa kali ini. Karena pijat untuk menyegarkan atau sekedar meluruskan punggungku kembali ini adalah tempat di suatu yayasan pembinaan kota. Yayasan ini diantaranya  membina orang orang tuna karya, tuna wisma dan tuna netra. Yang tuna karya dan tuna wisma dilatih bekerja, diajari seperti membuat sapu, kemoceng, keset kaki, atau menjahit. Mereka semua dikumpulkan aula kerja, lalu dibimbing oleh satu guru yang dipanggil khusus mengajari mereka. Sedang yang tuna netra, biasanya dikirim ke pelatihan memijat di kota Malang, Bandung atau Jakarta. Oh ya, tidak semua penyandang tuna netra mengalami kebutaan dari sejak lahir. Ada yang buta ketika masih SMP dan ada juga yang buta setelah mengalami kecelakaan.  Setelah hampir setahun dilatih dan lulus, mereka akan mendapat sertifikat pijat. Lalu mereka disebar untuk bekerja ke seluruh kota di Indonesia, khususnya di panti panti yayasan yang sudah di rekomendasi.

       Susi adalah salah satu mbak pijat langganan ku. Dia buta total sejak lahir. Berperawakan gemuk, rambutnya diikat dan memegang tongkat beriringan dengan suaminya yang juga tuna netra. Pasutri itu tinggal di tempat kecil dan sederhana yang sudah disediakan oleh yayasan. Entah mengapa aku selalu senang dan setia singgah di yayasan tersebut. Padahal tempatnya jauh berbeda dengan spa spa kecantikan yang wah dan wangi pada umumnya. Disitu hanya ada beberapa tempat tidur bersih dengan sekat gorden saja sebagai pembatasnya. Oh ya, ada kipas angin kecil di tiap dinding. Tetapi tetap saja aku mempertahankan keanehanku dengan selalu mengunjungi tempat panti pijat kecil dan bersih tersebut. 

       Di situ aku seperti dibawa ke dunia lain. Mereka semua pribadi yang ramah dan terbuka. Selalu bercerita tentang kisah hidup mereka dengan ringan dan lugas. Kekurangan tidak mampu melihat, dijalani dengan biasa biasa saja. Tidak heboh tuh.. Mereka bekerja dengan ceria dan ikhlas.


Bahkan aku sering terbawa kelakar mereka ditengah tengah mereka memijat. Seolah olah aku menangkap isyarat justru mereka sedang menertawakan hidup. Ego dan pikiran dunia kerjaku seakan luntur di depan canda dan cerita hidup mereka. Aku tidak ada apa apanya dibanding perjuangan hidup mereka. Batin ini seperti ringan kembali, mengikuti aura positif mereka. Seringan langkahku menghadapi masalah di hari esok. Hmmm....

Lidwina ODOP9 (10) 10 Sept 2021, pijat ala susi

#OneDayOnePost #KomunitasODOP



Komentar

Postingan populer dari blog ini

MASA LALU

GUNUNG BATU

TRAVELLING : Kampung Coklat yang Unik