CATATAN ABU-ABU 1

      CATATAN ABU ABU 1


      Wina membuka dompet. Tidak banyak sisa uang bulanannya. Kemarin saja dia sudah mendapat surat peringatan dari sekolah karena sudah menunggak SPP tiga bulan. Untuk meminta uang bemo pada ayah di desa Wina sudah  tidak punya nyali. Ah, sudahlah. Wina menyelipkan dompet di saku rok abu abunya. Lalu berdiri setelah mengikat erat tali sepatunya. Mematut sebentar di kaca. Lalu meraih tas sekolah dan bergegas mengunci pintu rumah. Pakde dan bude sudah berangkat kerja. Dan kedua sepupu lelakinya juga sudah berangkat ke sekolah pagi tadi.

       Tepat diujung belokan, mata Wina menangkap sesosok bayangan berambut ikal, sudah menunggu dengan senyum cengengesannya yang tidak jelas. Hm, Robby. Wina mencoba menahan senyum. Berusaha bersikap biasa saja. Mungkin sekolah Robby masuk siang. Jadi menyempatkan waktu untuk sekedar melihat Wina berangkat sekolah. Dasar bocah nakal. Selalu iseng dan berusaha menawarkan jasa untuk mengantar Wina sekolah. Tapi Wina menolak dengan sopan. Tujannya merantau ke Malang sudah jelas. Hanya berusaha menamatkan sekolahnya dengan baik. Mencoba berkonsentrasi penuh pada pelajaran di sekolah yang sudah cukup membuatnya pusing tujuh keliling. Karena sekolah farmasi di Malang ini menerapkan sistem DO pada akhir semester kelas satu.

        “En....!!” Seru Wina keras, ketika melihat teman farmasi nya beda kelas melintas di ujung gang. Eny menoleh, melambai sambil tersenyum dan menghentikan langkah. Menunggu sampai Wina tiba ditempatnya berdiri. Eny adalah salah satu teman dekat Wina. Kebetulan rumahnya masih satu perumahan, hanya berbeda gang. “Hari ini aku jalan kaki saja En, uang ku tidak cukup untuk naik bemo PP, eh.. pe er farmakognosi mu sudah beres kan ?” Eny mengangguk, tersenyum lembut. Anak satu ini memang kalem abadi. Tidak pernah sekalipun Wina tahu Eny tertawa gelak dan bergerombol cekikikan dengan teman-teman. Wajahnya selalu terpasang serius. Diluar atau didalam kelas selalu serius, seperti satpam bank, hahahaa.. Tidak banyak senyum. Tak heran kalau nilai nilai di hampir semua mata pelajaran, dia unggul. Dan tak jarang Wina nyontek pe er, terutama mata pelajaran kimia dan fisika. 

       “Nanti aku pinjam pe er mu ya,En. Nyocokin jawaban, sudah kamu duluan saja berangkat naik bemo,” Tapi Eny menggeleng dan menggandeng Wina erat,” Yuk, kita jalan saja bareng saja.” " Haah ? Lumayan jauh lho En, serius kamu ?” Wina melotot kaget. “Aaah, ayolah jalan, tidak usah banyak mikir kamu..” “Tapi En...” Wina menatap lurus dalam-dalam mata Eni. Wina mencoba memastikan, tidak ingin Eny merasa tidak enak melihatnya berjalan kaki dan terpaksa menemaninya. Tapi Eny hanya menjawab dengan satu tersenyum seperti biasa, dan menyeret langkah Wina, melanjutkan berjalan kaki. Sementara matahari belum begitu terik. Udara pagi Malang masih terasa sejuk. Niat untuk berjalan kaki bukan karena ingin sehat. Tetapi ngirit. 

       Rasa haru diam diam menyeruak di dalam hati Wina. Eny memang tidak banyak bicara. Dia lebih sering diam, lebih sering mendengar dan sendiri pula menyelesaikan masalah. Wina merasa nyaman berdekatan dengan model teman seperti Eny. Sudah pintar, kalem dan peka. Tidak pecicilan dan kocak seperti teman sebangku Wina yang metal di kelas. Setidaknya hari ini ada teman jalan menemani Wina pergi ke sekolah. Sambil bercanda ringan Wina dan Eny melangkah mantab menyusuri trotoar. Lambaian daun mahoni di sepanjang pinggiran kota Malang seakan menawarkan diri sebagai teman  peneduh, mengiringi langkah mereka.


LidwinaODOP9 (13) 13 Sept 2021 catatan abu abu 1

#OneDayOnePost #KomunitasODOP

       

       






Komentar

Postingan populer dari blog ini

MASA LALU

GUNUNG BATU

TRAVELLING : Kampung Coklat yang Unik